Langsung ke konten utama

Kritik Bagi Pelaku Transgender

Kritik bagi Pelaku Transgender 
Pengantar
Kaum transgender tak henti-hentinya berulah.  Komunitas yang menentang hukum Allah ini ternyata masih jauh dari kata taubat, bahkan semakin durhaka.  Festival Q! Film yang mengkampanyekan wacana lesbian, gay, bisexual, dan transgender (LGBT) pada tahun 2010 lalu telah mendapatkan penentangan cukup keras dari sebagian besar umat Islam.  Kita tentu berharap tak ada lagi propaganda merusak seputar LGBT.  Namun kenyataannya, acara 10th Q! Film Festival ternyata digelar diam-diam di Jakarta sejak tanggal 1 hingga 8 Oktober 2011 lalu.  Tentu saja, ini menunjukkan bahwa komunitas tersebut kian hidup dan masih mendapat sambutan dari sebagian masyarakat (hidayatullah.com, 6 Oktober 2011). 
Tak hanya itu, mereka pun sempat unjuk gigi pada pembukaan pertemuan nasional AIDS IV di Jogjakarta 3 oktober 2011 lalu.  Keinginannya makin kuat, agar pemerintah memberi ruang kepada mereka untuk melakukan berbagai aktivitasnya selama ini (Koran Tempo, 4 Oktober 2011).
 

Meski Syariat Islam telah menegaskan masalah ini, namun tak sedikit orang yang masih terpengaruh –baik karena propaganda HAM atau yang lainnya- sehingga bersimpati kepada kaum yang senang meniru-niru perilaku jenis kelamin lain bahkan berganti kelamin tersebut.  Sementara itu, mereka yang telah terjerumus dalam komunitas LGBT semakin dalam berada pada kubangan.  Berbagai alasan pun dilontarkan.  Yang paling mengemuka adalah klaim mereka bahwa perilaku transgender adalah ‘pemberian’ Tuhan yang sullit mereka hilangkan sehingga mau tidak mau harus dijalani.  Berperan sebagai transgender bukanlah pilihan mereka, semua itu adalah ‘takdir’ Tuhan bagi mereka.  Demikian argumentasi mereka.



Benarkah ia merupakan pemberian Tuhan yang harus dijalani?  Dan, jika hal itu merupakan ‘pemberian’ Tuhan, namun mengapa justru Allah SWT melaknat perilaku mereka?  Itu berarti, berbagai alasan tersebut hanyalah bertujuan untuk memaklumi dan melindungi keberadaan mereka.  Sebab, sesungguhnya mereka memiliki pilihan, apakah mau berperan sebagai transgender atau tidak.  Masalahnya, bagamana jalan keluar agar mereka keluar dari perilaku buruk tersebut?  Bisakah perilaku menyimpang ini dikendalikan dan dijauhkan dari kehidupan manusia?  Tulisan berikut akan memaparkannya.
 

Transgender Buah LiberalismeTransgender atau waria merupakan perilaku menyimpang yang terbentuk melalui proses.  Seseorang tidak tiba-tiba menjadi transgender kecuali setelah ia menjalani masa untuk mematangkan diri pada pilihannya tersebut.  Mengapa seseorang berani dan merasa perlu memilih menjadi transgender?  Tentu saja, semua itu terjadi karena paham kebebasan (liberalisme) telah merasuk ke dalam diri pelaku.  Ia menganggap bahwa setiap orang boleh atau bebas mengekspresikan dirinya.  Berekspresi dan berperilaku adalah hak (kebebasan pribadi) yang harus dihargai orang lain bahkan jika perlu dijamin oleh hukum, begitu kilahnya. 
 

Berpangkal pada keyakinan tersebut, seseorang yang secara penciptaan memang diberi potensi atau kecenderungan yang bisa diarahkan menjadi transgender merasa sah atau boleh memantapkan diri dan menjelmakan diri memilih jenis kelamin yang ia rasakan nyaman dan dikehendaki.
 

Terkadang memang didapati seseorang berjenis kelamin laki-laki namun memiliki sedikit hormon keperempuanan, sehingga wajah atau anggota tubuh bahkan suara mendekati jenis perempuan. Dengan kondisi ini ia merasa bahwa dirinya layak menjadi perempuan.  Parahnya, ia beranggapan bahwa penjelmaannya menjadi perempuan adalah hak pribadi yang harus dihargai oleh semua orang.  Alasannya, dirinya juga tidak menghendaki berada pada posisi tanggung; berjenis kelamin laki-laki namun beberapa penampakan fisiknya mirip perempuan.  Pilihan mengubah jenis kelamin, atau bertingkah laku tidak sesuai dengan jenis kelamin asalnya, itulah yang semala ini dilakukan oleh kaum transgender. 
Sebenarnya mereka tetap memiliki pilihan, yaitu tidak mengubah jenis kelamin dan berusaha tetap berperilaku dan berpenampilan sesuai jenis kelaminnya.  Namun, kaum transgender tidak mau mengambil pilihan tersebut.  Inilah yang menjadi persoalan, sebab hukum Islam dalam masalah ini sudah sangat tegas.
 

Dalam hukum Islam hanya dikenal dua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan.  Tidak ada transgender atau waria.  Bagi kedua jenis kelamin ini Allah membebankan hukum syariat yang terkadang berbeda dalam perkara-perkara tertentu, namun sama dalam perkara yang lain. 
 

Adapun khuntsa adalah istilah yang digunakan oleh para fuqaha' untuk menyebut orang yang mempunyai alat kelamin ganda, yang dalam bahasa Inggris disebut hermaphrodite atau bisexual.  Dalam hal ini, khuntsa memang merupakan qadha' (ketetapan) yang diberikan oleh Allah.  Islam pun mengatur status mereka, apakah dihukumi laki-laki atau perempuan, maka dikembalikan kepada fungsi kelamin mereka yang paling dominan. Setelah status mereka definitif (tertentu), maka hukum Islam pun diberlakukan kepada mereka sesuai dengan statusnya. Sebab, jenis kelamin dari pihak yang dikenai seruan hukum dalam Islam hanya ada dua yaitu laki-laki dan perempuan.  
 

Fakta khuntsa tersebut tentu berbeda dengan waria atau transgender.  Umumnya waria adalah kaum pria yang menyerupai wanita, baik dalam hal tutur kata, pakaian, gaya berjalan hingga penampilan fisik.  Di antara mereka, bahkan ada yang telah melakukan operasi plastik untuk mendapatkan wajah yang mirip dengan perempuan; buah dada dan pinggul sebagaimana lazimnya perempuan; hingga operasi ganti kelamin.  Kelamin mereka diubah menjadi perempuan.
 

Dalam fikih Islam mereka tidak bisa dihukumi sebagai khuntsa.  Karena fakta masing-masing jelas berbeda.  Jika khuntsa ini merupakan bagian dari qadha' yang ditetapkan oleh Allah, maka transgenser atau waria adalah bentuk penyimpangan perilaku.  Penyimpangan perilaku ini bukan hanya berlaku untuk kaum pria yang menjadi wanita, tetapi juga berlaku sebaliknya, yaitu kaum wanita menjadi pria. Karena itu, status hukumnya juga berbeda dengan hukum khuntsa.
 
Islam mengharamkan perbuatan transgender atau waria yaitu menyerupai lain jenis sesuai hadits bahwa Nabi SAW mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan mengutuk wanita yang menyerupai laki-laki .
 

Nabi Saw. dengan tegas menyatakan, ”Rasulullah melaknat kaum perempuan yang menyerupai pria, dan kaum pria yang menyerupai wanita.” (HR. Bukhari, Abu Da-wud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i dan Ibn Majah dari Ibn 'Abbas).  Hadits ini tidak hanya berlaku untuk waria, tetapi juga bagi perempuan yang menyerupai laki-laki.  Tidak hanya itu, Nabi pun melaknat kaum pria yang memakai pakaian wanita, dan wanita yang memakai pakaian pria (HR. Ahmad dan Abu Dawud).  Bahkan, tidak hanya melaknat, Nabi pun memerintahkan agar mereka diusir (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah).
 
Diantara tindakan mereka adalah tindakan penyimpangan seksual, seperti gay dan lesbi.  Dalam hal ini Allah SWT secara tegas telak melaknat mereka berdasarkan hadits :
”Allah melaknat siapa saja yang melakukan tindakan kaumnya Luth, sebanyak tiga kali.” (HR Ahmad dari Ibn 'Abbas).  

 
Nabi Saw. juga dengan tegas memerintahkan agar membunuh pelakunya (al-fa'il wa al-maf'ul) (HR Ahmad dari Ibn 'Abbas).  Kedua nash ini dengan tegas telah menunjukkan haramnya penyimpangan seksual tersebut.
 

Secara rinci sanksi yang dijatuhkan oleh hukum Islam sebagai berikut.  Jika mereka sekedar berbicara atau berbusana menyerupai lawan jenis, adalah diusir dari pemukiman atau perkampungan.  Nabi Saw. telah mengutuk orang-orang waria (mukhannats) dari kalangan laki-laki dan orang-orang tomboy (mutarajjilat) dari kalangan perempuan.  Nabi Saw. bersabda,"Usirlah mereka dari rumah-rumah kalian." (akhrijuuhum min buyutikum).  Maka Nabi Saw.  pernah mengusir Fulan, sedangkan  dan Khalifah Umar ra.  juga pernah mengusir Fulan (HR Bukhari no 5886 dan 6834).
 

Jika transgender ini melakukan hubungan seksual maka hukumannya disesuaikan dengan faktanya. Jika hubungan seksual terjadi di antara sesama laki-laki, maka dijatuhkan hukuman homoseksual. Jika terjadi di antara sesama wanita, dijatuhkan hukuman lesbianisme. Jika hubungan seksual dilakukan dengan lain jenis, dijatuhkan hukuman zina.
Demikianlah pandangan Islam bagi perilaku orang yang meniru-niru jenis kelamin lain, atau mengubah diri berjenis kelamin yang berbeda dengan yang diciptakan Allah SWT.  Ancaman Allah SWT tersebut begitu berat.  Mestinya hal ini menjadi pertimbangan yang berat bagi mereka yang berani mengkampanyekan LGBT, dengan alasan apapun.
 

Mengarahkan TransgenderMaraknya penyimpangan ini tentu tak lepas dari lemahnya lingkungan dan sistem yang menghidupi mereka.  Sebagian masyarakat bersikap apatis bahkan cenderung membiarkan perilaku menyimpang ini.  Sesungguhnya, keberadaan mereka bisa dihilangkan jika seluruh komponen umat bersama-sama memberantasnya.  Berikut beberapa yang hal bisa dilakukan untuk meminimalisir perilaku menyimpang tersebut dan mengarahkannya agar berperilaku yang disyariatkan.
 

Pertama, penguatan aqidah dan pemahaman hukum Islam.  Harus ditumbuhkan kesadaran bahwa menjadi transgender dan sejenisnya bukanlah qadha’ (ketetapan) dari Allah SWT.   Dan, Allah SWT sangat membenci perilaku tersebut. 
 

Kesadaran ini mencakup pula kepasrahan untuk menerima jenis kelamin yang Allah SWT berikan untuknya.  Meskipun, jikalau ia mendapati tumbuhnya hormon yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya, maka ia harus tetap bersandar pada jenis kelamin yang sudah Allah berikan.  Ia tidak boleh cenderung untuk berperi laku atau meniru-niru jenis kelamin yang lain hanya karena adanya hormon yang mengganggu tersebut.  Sebab, jika ia cenderung maka ia telah mengingkari ciptaan Allah SWT.  Oleh karena itu, yang dibutuhkan adalah kekuatan aqidah untuk menapaki kehidupan sesuai jenis kelamin yang Allah berikan, apapun tantangannya. 
 

Semua itu membutuhkan kekuatan aqidah, bahwa hanya Allah SWT satu-satunya Dzat yang Maha menciptakan.  Manusia tidak berhak mengubah ciptaan-Nya.  Kekuatan aqidahnya pun akhirnya terwujud dalam bentuk ketundukan dan kepatuhan mengikuti syariat-Nya.  Ia merasa takut atas murka atau siksa Allah SWT jika harus melanggar ketentuan-Nya.  Inilah yang harus ditumbuhkan terlebih dahulu pada setiap individu baik pelaku, maupun mereka yang berkeinginan menjadi waria atau transgender atau sejenisnya.
 

Kedua, terapi medis.  Apabila seseorang mendapati dirinya berada pada kondisi tubuh dengan jenis kelamin yang sudah tertentu, namun secara medis kurang ditunjang dengan hormon yang sesuai dengan jenis kelaminnya, misalnya seorang laki-laki yang memiliki sedikit ciri-ciri fisik keperempuanan, atau sebaliknya perempuan yang kurang memiliki hormon-hormon keperempuanan sehingga secara fisik seperti laki-laki, maka dalam kondisi seperti ini, ia harus berusaha untuk menyempurnakan fungsi hormon yang mendukung jenis kelaminnya. 
 

Perkembangan teknologi saat ini telah cukup canggih untuk meyempurnakan kekurangan yang mungkin terbawa sejak lahir.  Dengan demikian, ia seharusnya melakukan terapi medis agar jenis kelaminnya berkembang secara baik.  Bukan malah sebaliknya, menyuburkan pertumbuhan hormon yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya atau bahkan mengubah jenis kelamin melaui operasi. 
 

Pada faktanya, orang-orang yang tetap memelihara jenis kelaminnya meski diciptakan dengan pertumbuhan hormon yang kurang mendukung, mereka mampu menapaki kehidupannya secara normal.  Ia tetap bisa menjadi laki-laki tulen meski bentuk fisik kurang mendukung.  Kuatnya keyakinan bahwa mereka harus menjadi laki-laki atau perempuan sejati menjadi motivasi yang kuat untuk secara sabar, telaten dan tak pantang menyerah melakukan upaya medis (terapi, pengobatan) yang bisa dilakukan semampu mungkin.  Mereka tidak harus menjadi transgender, juga homo atau lesbi dan gay. 
Ketiga, perlakuan sosial.  Keberadaan orang-orang transgender dan sejenisnya akan sangat sulit dijumpai jika masyarakat tidak memberikan tempat dan kesempatan.  Perlakuan masyarakat ini tentu akan menjadi terapi tersendiri bagi orang-orang yang memiliki kecenderungan berperilaku menyimpang agar mereka konsisten menapaki diri menjadi orang yang telah ditentukan jenis kelaminnya oleh Allah SWT. 
 

Perlakuan sosial juga diperlukan karena pembentukan kepribadian bagi orang-orang yang memilki kecenderungan transgender berkaitan dengan interaksi sosialnya.  Lingkungan sosial mestinya dapat berperan serta dalam mendidik anak laki-laki dengan menciptakan lingkungan yang menjadikannya berkepribadian sebagai laki-laki.  Sebaliknya, harus diciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan kepribadian perempuan bagi anak perempuan.  Dengan terapi sosial ini, kecederungan seseorang untuk berpindah jenis kelamin, atau mencampuradukkan jenis kelamin akan bisa diminimalisir.
 

Saat ini, masyarakat memang cenderung termakan liberalisme  dan propaganda HAM sehingga membiarkan perilaku anak-anak tanpa aturan.  Laki-laki berinteraksi secara bebas dengan perempuan, dan sebaliknya.  Akibatnya, orang-orang yang telah memiliki kecenderungan transgender semakin mendapatkan kesempatan.  Di sinilah urgensi menciptakan lingkungan dan masyarakat yang anti terhadap perilaku transgender dan sejenisnya.
 

Keempat, integralistik penanganan.  Ketiga hal pendekatan yang telah dipaparkan di atas harus dilaksanakan secara integral (menyeluruh).  Sebab, jika salah satu diabaikan maka akan menjadi penghambat bagi yang lain.  Kekuatan aqidah dan terapi medis menjadi sia-sia jika lingkungan tidak mendukung.  Demikian pula sebaliknya.
 

PenutupSesungguhnya perilaku transgender dan sejenisnya adalah penyakit masyarakat yang bisa disembuhkan.  Legalisasi terhadap keberadaan mereka hanya akan menumbuhsuburkan penyimpangan dan kedurhakaan kepada Allah SWT.  Adapun bagi orang-orang yang tengah diuji dengan kecantikan dan kemerduan suara (padahal ia laki-laki) atau kekekaran tubuh dan sifat-sifat kejantanan lainnya (padahal ia berjenis kelamin perempuan), maka mereka harus memampukan diri untuk terikat dengan ketentuan Allah SWT dalam masalah ini.  Ia diharamkan menjadi waria atau transgender dengan meniru-niru perilaku lain jenis, bahkan mengganti kelaminnya.  Allah SWT juga mengharamkan penyimpangan seksual yang biasa mereka lakukan, misalnya melakukan hubungan sejenis dan perzinahan. 
 

Demikianlah, betapa agungnya Islam menjaga keluhuran dan kehormatan jenis manusia.  Sayangnya, hal ini terkikis oleh lemahnya umat dalam menegakkan syariat-Nya yang kaffah.  Oleh karena itu, menjadi kewajiban seluruh umat untuk mengembalikan penerapan syariat-Nya secara kaffah dalam wadah Daulah Khilafah Islamiyyah agar keberkahan bagi kehidupan ini dapat kembali dirasakan.  Wallahu A’lamu.  [] Noor Afeefa

Komentar

  1. Berbicara masalah transgender agaknya perlu hati-hati, karena antara individu satu dengan yang lain berbeda penyebabnya.
    Terkait masalah hormon, memang pada sebagian individu transgender, hormon lawan jenis cenderung lebih tinggi, TAPI, hormon tersebut sama sekali TIDAK berpengaruh terhadap identitas gender mereka. Hormon tersebut hanya membawa pengaruh pada bentuk fisik, tetapi tidak mengubah "aku apa".
    Terkait dengan teori "mengarahkan agar mereka tetap pada jenis kelamin yang dilahirkan", di atas kertas itu terdengar mudah, tetapi pelaksanaannya sangat sulit. Tidak percaya? Coba yakinkan diri anda bahwa anda seorang pria..can you do that?Saya rasa sulit atau bahkan mustahil.
    Dan yang paling utama adalah...tindakan berusaha "meluruskan" itu kadang dilakukan dengan cara ekstrim dan menurut pendapat kita sendiri, tidak jarang grepe2, perkosaan, kata2 menyakitkan dikeluarkan hanya demi meluruskan sesuatu yang kita anggap salah. Benarkah cara tersebut dari sudut pandang Islam?
    Lantas, hal yang belum dibahas di sini adalah apa yang individu transgender itu sendiri rasakan. Individu transgender memiliki tingkat kecenderungan bunuh diri yang tinggi. Lantas, ketika kita memaksakan mereka harus menjadi apa yang menurut kita benar, dan berujung pada mereka bunuh diri, apakah hal tersebut menimbulkan mudharat yang lebih besar atau tidak? Padahal manusia diberi keringanan memilih diantara 2 mudharat yang memang tidak bisa ditinggalkan, dengan memilih mudharat yang lebih ringan. Kalau operasi pergantian jenis kelamin dianggap sebagai operasi yang merubah ciptaan Allah, bukankah setiap operasi memang mengubah tubuh dari bentuk asalnya? Tidak hanya terbatas pada alat kelamin, operasi pengangkatan ginjal misalnya, itupun mengubah ciptaan Allah. Tergantung apa tujuan operasi itu, sama pula halnya operasi kelamin, ketika memang itu satu2nya jalan mengobati individu trans tersebut, maka hal tersebut tergolong kondisi darurat. Untuk bisa lebih tau bagaimana transgender sebenarnya, ada baiknya bertanya langsung pada individunya. Jangan berburuk sangka terlebih dahulu anda akan diconvert menjadi trans (su'udzon dilarang kan dalam Islam), karena seorang trans tidak akan pernah mengajak siapapun menjadi trans, justru sebaliknya mereka akan menentang ketika ada orang yang normal tapi justru nyeleneh menyerupai lawan jenis

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menanamkan Adab Bicara kepada Anak

Menanamkan Adab Bicara kepada Anak Di antara perkara yang cukup merepotkan orang tua dari tingkah laku anak-anaknya adalah kebiasaan buruk dalam berbicara.  Padahal berbicara adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan manusia.  Berbicara pula yang pertama-tama dilakukan bayi saat baru lahir, melalui tangisannya.  Dan betapa bahagianya sang ibu tatkala mendengar kata pertama yang diucapkan buah hatinya.  Selanjutnya, seiring perjalanan waktu, sang anak pun mulai tumbuh, berkembang, dan menyerap berbagai informasi yang diterimanya.  Saat itulah sang anak mulai banyak mengatakan segala sesuatu yang pernah ia dengar.  Sayangnya, tak jarang kebahagiaan ibu harus tergantikan oleh rasa prihatin terutama saat sang buah hati mulai berbicara tanpa adab, sopan santun, bahkan  bertentangan dengan syari’at.  Rasa prihatin kian mendalam bila ternyata meski anak sudah mulai menginjak usia baligh, adab berbicara justru semakin ditinggalkan.  Tak jarang ditemui mereka berani membanta

Sistem Islam Atasi Pergaulan Bebas

Sistem Islam Atasi Pergaulan Bebas Pergaulan bebas rupanya masih menjadi persoalan paling rumit khususnya bagi remaja.  ; Setidaknya mungkin itulah bentuk keprihatinan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pada peringatan Hari Anak Nasional beberapa hari lalu.  Saking prihatiannya, menteri yang baru diangkat tersebut pun kembali melontarkan pernyataan nyeleneh, yaitu pacaran ‘sehat’.  Menurut beliau, dalam berpacaran harus saling menjaga, tidak melakukan hal-hal yang berisiko.  Masa remaja adalah masa yang tepat untuk membekali informasi, penguatan mental, dan iman dari keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar, sebelum mereka mulai aktif secara seksual (antaranews.com, 13/07/2012).  Sebelumnya beliau juga telah menyampaikan sebuah kebijakan kontroversi, yaitu kondomisasi yang ditentang keras oleh hampir seluruh komponen umat Islam. Berkaitan dengan penanggulangan masalah pergaulan bebas ini, beberapa waktu lalu, LPOI (Lembaga Persahabatan Ormas Islam) juga mengusulkan solu

Keluarga dalam Ancaman Kapitalisme

Keluarga dalam Ancaman Kapitalisme Tak dapat dipungkiri, kehidupan sekuler kapitalistik yang mendominasi kehidupan kaum muslim saat ini telah membawa petaka di segala bidang, tak terkecuali institusi keluarga.  Gambaran indahnya keluarga muslim sejati yang dijanjikan Allah SWT kini pudar tergerus oleh kejahatan kapitalisme.  Ideologi yang menjauhkan agama dari kehidupan ini telah sukses mengantarkan keluarga di ambang kehancuran.   Kapitalisme Biang Kerok Segala Persoalan Di antara persoalan paling menonjol yang ditimbulkan kapitalisme adalah kemiskinan.  Bahkan kemiskinan telah menjadi momok paling menakutkan sehingga sempat menipu sebagian kalangan yang ingin melakukan perubahan bagi masyarakat.   Saking beratnya, kemiskinan dianggap persoalan paling penting, sedangkan aspek yang lain kerap dikesampingkan.  Mengapa kapitalisme menghasilkan kemiskinan?  Tentu saja, karena teori ekonomi kapitalisme dibangun berdasarkan asumsi yang keliru.  Asumsi yang selalu ditanamka