Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2012

Membina Ketaatan Pada Anak

Membina Ketaatan pada Anak  (Belajar dari Pengorbanan Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ismail as.) Setiap Idul Adha, kita selalu diingatkan pada keteladanan Nabiyullah Ibrahim as. dan putranya Nabi Ismail as. saat keduanya menjalankan perintah Allah SWT dengan penuh ketaatan dan ketundukan. Dengan keikhlasannya Nabi Ibrahim as. melaksanakan perintah untuk menyembelih putranya. Ismail pun begitu tunduk pada perintah Tuhannya sehingga rela mengorbankan jiwa dan raganya. Keduanya merasa ridha dan yakin akan perintah Allah SWT hingga tak sedikit pun tampak rasa enggan, ragu, apalagi menolak. Tak hanya itu, mereka bahkan bersegera untuk melaksanakan ketaatan tersebut tanpa pernah berpikir untuk menunda ataupun memperhatikan risiko dan akibatnya.  Inilah kisah ketundukan totalitas dua orang hamba Allah SWT yang senantiasa abadi di sepanjang zaman (Lihat: QS ash-Shaffat [37]: 102). Sepenggal kisah pengorbanan dan ketaatan yang luar biasa itu datang dari sebuah keluarga—ayah, ibu dan a

Keluarga dalam Ancaman Kapitalisme

Keluarga dalam Ancaman Kapitalisme Tak dapat dipungkiri, kehidupan sekuler kapitalistik yang mendominasi kehidupan kaum muslim saat ini telah membawa petaka di segala bidang, tak terkecuali institusi keluarga.  Gambaran indahnya keluarga muslim sejati yang dijanjikan Allah SWT kini pudar tergerus oleh kejahatan kapitalisme.  Ideologi yang menjauhkan agama dari kehidupan ini telah sukses mengantarkan keluarga di ambang kehancuran.   Kapitalisme Biang Kerok Segala Persoalan Di antara persoalan paling menonjol yang ditimbulkan kapitalisme adalah kemiskinan.  Bahkan kemiskinan telah menjadi momok paling menakutkan sehingga sempat menipu sebagian kalangan yang ingin melakukan perubahan bagi masyarakat.   Saking beratnya, kemiskinan dianggap persoalan paling penting, sedangkan aspek yang lain kerap dikesampingkan.  Mengapa kapitalisme menghasilkan kemiskinan?  Tentu saja, karena teori ekonomi kapitalisme dibangun berdasarkan asumsi yang keliru.  Asumsi yang selalu ditanamka

Kekerasan Anak adalah Bentukan

Kekerasan Anak adalah Bentukan Di tengah santernya perbincangan tawuran antar pelajar, budaya kekerasan yang dilakukan anak ternyata juga merambah remaja sekolah di pelosok daerah.  Tewasnya  Muhammad Ardian, siswa kelas VIII SMP 2 Rembang Purbalingga oleh teman sekolahnya setelah keduanya berkelahi di halaman sekolah (Tribunnews.com , 23/09/2012) menunjukkan dengan jelas bahwa perilaku keras (jahat) pada anak bukan perkara aneh lagi. Akal sehat mungkin tidak bisa menerima bagaimana mungkin anak SMP tega menusukkan sebilah pisau dapur ke pinggang korban hingga meninggal pada perkelahian sesaat sebelum jam masuk sekolah?  Bagaimana mungkin seorang pelajar SMP bisa berangkat ke sekolah dengan membawa pisau yang sudah ia persiapkan untuk berkelahi (bahkan membunuh temannya).  Apa yang merasuk dalam benak pelajar tersebut; kebencian yang mendalam menyulut aksi kekerasan atau rasa puas bila telah menyelesaikan urusannya dengan membunuh sekalipun. Itulah di antara ben