Langsung ke konten utama

Menyelamatkan Rumah Tangga dari Penyimpangan Seksual

Galau soal LBGT tak hanya menimpa mereka yang belum menikah.  Kini, pasangan suami istri pun mulai terusik.  Rupanya LGBT juga memasuki ranah rumah tangga.  Mulai banyak isteri yang mengadukan persoalan penyimpangan seksual pasangannya.  Mereka mengadu bahwa ternyata suaminya sekarang gay, atau biseksual (yaitu menyukai dan mampu berhubungan dengan istrinya sekaligus dengan laki-laki lain).  Tak bisa dipungkiri, perilaku seksual menyimpang ini benar-benar telah mengguncang kehidupan rumah tangga.


Tak Hanya LGBT
Sejatinya, LBGT hanyalah sebagian dari penyimpangan yang menimpa rumah tangga.  Masih banyak bentuk penyimpangan seksual lain –selain LGBT- yang bahkan dianggap biasa.  Yaitu, adanya pria idalam lain (PIL), atau WIL (wanita idaman lain). Adanya PIL dan WIL juga dikatagorikan bentuk penyimpangan seksual, karena seharusnya suami dan istri hanya menyalurkan kecenderungan seksual pada pasangannya yang sah diikat akad pernikahan. 

Ada pula hubungan terlarang yang tidak jarang menimpa anggota keluarga, seperti incest (yaitu hubungan seksual terhadap orang-orang yang sedarah, seperti ayah dengan anaknya, keponakan dengan bibinya, cucu dengan neneknya, dsb).  Semua itu termasuk penyimpangan seksual juga.

Semua itu dikatakan menyimpang, karena telah keluar dari jalur alaminya dan aturan semestinya diemban untuk manusia (hukum Syariah).  Secara alami, sesuai dengan kadar atau sifat penciptaannya hingga aturan dari sang penciptanya, kecenderungan seksual selayaknya disalurkan kepada lawan jenis yang telah diikat akad pernikahan (lihat Al Quran surat Ar Rum 21).  Jadi tidak boleh, perempuan dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Atau suami atau istri memiliki PIL atau WIL, atau bahkan hubungan orang-orang yang sedarah. Semua itu menyalahi fitrahnya.  Karena itu, Allah mengharamkannya.  Allah telah mengharamkan zina sebagaimana terdapat di QS. Al Isra : 32.

Bentukan
Mereka mengklaim dan berasumsi bahwa mereka terpaksa, mereka tidak menghendaki.  Mereka juga mengatakan semua itu sudah sudah takdirnya, dan tidak bisa dihindari. Sesungguhnya, Itu semua tidak benar.  Sebab, sejatinya, kecenderungan seksual itu bentukan.  Ia termasuk bagian dari penampakan gharizah nau (atau naluri manusia untuk melestarikan keturunan).  Naluri ini hanya muncul bila ada rangsangan yang mempengaruhi.  Kalau tidak ada yang mempengaruhi, maka normal-normal saja.  Jadi kecenderungan seksual yang menyimpang apapun, pasti ada faktor pemicunya atau yang mempengaruhinya.  Baik itu berupa LGBT maupun kecenderungan punya PIL atau WIL atau incest.  Semua itu ada yang mempengaruhi.

Apa yang mempengaruhi?  Setidaknya ada 2 hal, yaitu pertama, bisa jadi berupa fakta terindra yang merangsang munculnya kecenderungan seksual menyimpang itu.  Misalnya, suami yang terus menerus berinterkasi secara intensif dengan perempuan selain isterinya, maka bisa muncul rasa tertarik yang bisa mengantarkan kepada hadirnya WIL dalam rumah tangga.  Begitu juga suami yang gay, bisa jadi dulunya punya sejarah yang keterlaluan (tanpa batas) dalam menjalin hubungan dengan sesama laki-laki, atau berada di komunitas gay.  

Begitu juga kasus-kasus yang terjadi pada istri.  Penyebab kedua, adalah pikiran atau imajinasi yang memicu munculnya kecenderungan seksual menyimpang.  Ini bisa dibentuk melalui media atau propaganda atau bahkan imajinasi mandiri.  Misalnya, suami yang terus terbayang-bayang karena seringnya nonton film porno tentang hubungan yang dilakukan gay atau istri yang begitu juga. Maka mereka akan terdorong untuk melakukan, karena naluri atau kecenderungannya telah tumbuh.  Parahnya, pikiran kotor ini sering ditambah lagi dengan keyakinan keliru bahwa orientasi seksual adalah sesuatu yang bebas nilai, sah-sah saja.  Oleh karenanya, mereka seringkali tidak malu bahkan meski sudah berumah tangga sekalipun.

Jadi tidak benar, bahwa menjadi LGBT adalah terpaksa atau kondrati.  Atau berpirinsip adanya PIL atau WIL adalah suratan tangan.  Itu semua adalah pilihan, dan terbentuk karena kondisi.  Jadi bisa dicegah.

Yang perlu mendapat perhatian lagi, adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi rumah tangga.  Bisa jadi kondisi rumah tangga juga memicu hadirnya PIL atau WIL atau incest.  Seperti, suami atau istri yang tidak memberikan hak-hak pasangannya maka akan memicu pasangannya untuk mencari pemuasan di luar rumah.  Jadi, lahirnya kecenderungan seksual menyimpang selayaknya menjadi bahan introspeksi bagi pasutri untuk menilai sudahkah semua kewajiban di tunaiakan dengan sebaik-baiknya.

Penyimpangan seksual bisa juga terjadi karena tidak diterapkannya aturan Syariah di dalam rumah.  Misalnya, adanya ipar di dalam rumah sehingga suami atau istri sering berkhalwat di rumah.  Itu semua memicu terjadinya penyimpangan seksual. 

Jadi, bisa disimpulkan bahwa penyimpangan seksual atau penyimpangan orientasi seksual terjadi bukan dari asalnya, tapi ada faktor pembentuknya, yaitu ketika manusia tidak lagi memenuhi aturan Allah SWT.  Baik dalam lingkup individu, keluarga, masyarakat maupun negara.  Atau dengan kata lain, sistem sekuler kapitalis yang melahirkan liberalisme teleh menjadikan manusia merasa bebas bertindak semaunya.  Inilah yang membuat rumah tangga yang seharusnya melahirkan ketenagan, sakinah mawaddah wa rohmat di antara suami isteri ternyata rusak dan tidak memberikan semua itu.

Pengaruh Media
Kita semua bisa merasakan bagaimana media saat ini begitu bebas menampilkan orang-orang yang berkecenderungan seksual menyimpang.  Misalnya di TV, artis laki-laki yang bergaya keperempuanan justru menjadi daya tarik pemirsa, sengaja diada-adakan.  Ini sangat mempengaruhi tumbuhnya transgender.  Film-film yang menokohkan orang-orang gay atau lesbian juga makin sering diputar.

Tak hanya di TV, kita juga melihat propaganda mereka marak di buku-buku.  Beberapa waktu lalu heboh dengan terbitnya buku-buku yang isinya cenderung melegalkan dan mengajarkan hubungan sejenis, seperti komik WHY Puberty. Kemudian di media sosial, melalui jaringan internet, propaganda LGBT juga semakin masif. 

Kemajuan dunia informasi dan komunikasi juga menjadikan konten-konten porno begitu mudah berpindah bahkan kepada anak-anak.  Maraknya pornografi menjadikan orientasi seksual menjadi liar.  Mereka yang tadinya merasa cukup kepada istri, karena dorongan seksual yang berlebihan itu memicu pemenuhan kepada selain istrinya.  Tidak cukup kepada yang lawan jenis, mereka mencoba kepada yang sejenis, bahkan mungkin nantinya kepada binatang seskalipun.  Karena itulah, kita harus semakin cerdas menggunakan media, baik itu bahan bacaan, TV hingga alat komunikasi.

Cara Mencegah
Dengan mengetahui faktor-faktor itu, kita sebenarnya bisa mencegahnya diantaranya dengan menjauhkan semua yang memicu terjadinya penyimpangan seksual.  Diantaranya adalah :

Pertama, menjauhkan rangsangan yang bisa memunculkan kecederungan seksual yang menyimpang. Seperti, gambar, film porno, termasuk juga semua propaganda keliru tentang pemenuhan kebutuhan seksual yang menyimpang.  Saat ini banyak beredar propaganda sesat yang mengajak untuk mentolelir hubungan seksual ala LGBT, bahkan dengan berbagai argumentasi.  Tayangan-tayangan merusak yang beredar di TV juga harus dihindarkan, tidak boleh ditonton.  Menjauhkan rangsangan juga termasuk dengan menghindari komunitas-komunitas LGBT.

Kedua, mematuhi aturan pergaulan dengan lawan jenis sesuai syariah Islam.  Seperti, suami tidak boleh berhubungan secara khusus dengan perempuan lain.  Demikian pula istri, tidak boleh melakukan hubungan khusus dengan laki-laki selain suaminya.  Menjaga pemisahan antara laki-laki dan perempuan di tempat umum.  Tidak bertabarruj atau berdandan berlebihan di tempat umum. Ini semua untuk mencegah adanya PIL dan WIL yang merasuki kehidupan rumah tangga.  Sebagai istri dan suami juga harus mematuhi hukum syariah tentang hak dan kewajiban masing-masing agar keduanya dapat bergaul secara baik sehingga baik suami maupun istri tidak mencari pemenuhan ke luar.

Untuk menghindarkan hubungan sedarah juga harus dijaga hukum syara tentang menjaga pandangan, tidak memperlihatkan dan melihat aurat lawan jenis, mematuhi hukum meminta ijin ketika hendak memasuki rumah atau tempat khusus, tidak berkhalwat atau berduaan yang memunculkan rangsangan seksual, dsb.

Ketiga, meningkatkan kontrol sosial di masyarakat.  Penyimpangan seksual sangat bisa dicegah jika masyarakat memiliki kesamaan pemikiran dan perasaan tentang pelanggaran tersebut.  Dengan demkian mereka secara bersama-sama menolak dan mencegah serta tidak memberikan tempat sedikitpun bagi tumbuhnya komunitas LGBT atau tidak membiarkan ada suami atau istri yang berjalan dengan PIL atau WIL nya, juga jika terjadi hubungan sedarah.  Para pelaku akan merasa risih jika masyarakat menolak dan mencibir.

Keempat, mewujudkan negara yang menerapkan syariah Islam yaitu negara Khilafah.  Sebab, hanya negara ini yang mampu secara efektif menghilangkan berbagai bentuk rangsangan yang menimbulkan kecenderungan seksual menyimpang.  Negara khilafah memiliki otoritas untuk menghilangkan tayangan-tayangan porno dan menerapkan aturan pergaulan di tengah-tengah masyarakat sehingga keluarga atau rumah tangga dalam mendapatkan ketenganan dan ketentraman.

Negara khilafah juga akan mencegah dengan menerapkan sanksi sesuai hukum Syariah.  Misalnya bagi pelaku gay, atau lesbian atau biseksual yang berpasangan dengan sejenis maka bisa dihukum mati dengan cara dijatuhkan dari bangunan tinggi atau dengan cara yang lan.  Sedangkan bagi transgender, jika tidak sampai melakukan sodomi dengan sesama lelaki atau dengan sesama perempuan, maka ia diberi hukuman ta’zir yaitu ketetapan yang diserahkan kepada kepala negara.  Hukuman seperti itu tentu akan mencegah pelaku lain beraksi.

Bertaubat
Di tengah rusaknya sistem kehidupan saat ini, ketika agama sudah tidak menjadi pegangan, kebebasan meraja lela, media merusak ada di mana-mana.  Makin bertambahlah orang-orang yang terjerumus pada perilaku menyimpang, kadang menimpa suami, kadang juga istri. 

Untuk itu, hendaklah mereka menyadari bahwa semua itu adalah perbuatan menyalahi aturan Allah SWT.  Sungguh, tidak ada gunanya bersenang-senang di dunia jika ternyata di akhirat menderita. Hendaklah mereka meminta ampun dan bertaubat kepada Allah agar Allah mengampuni dosa-dosa itu. 

Hendaklah terus mempelajari Islam untuk menguatkan akidah, meningkatkan takwa dan agar tidak goyah (selalu istiqomah) ketika harus meninggalkan dunia yang selama ini digeluti.  Sebab, meninggalkan perbuatan seperti itu memang tidak mudah.  Dengan belajar Islam mereka akan mendapatkan kontrol, penguatan dan jalan keluar.

Memang, mengobati lebih sulit daripada mencegah.  Karena itu, saat ini kita cukup sulit mengendalikan pertumbuhan orang-orang yang menyimpang kecenderungan seksualnya.  Ini karena faktor-faktor sistemik yang mempengaruhinya belum bisa diselesaikan, sehingga orang-orang yang sudah terkena dan hendak kembali cukup kesulitan, meski ada juga yang benar-benar bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. 

Dengan demikian, pendekatan personal harus didukung oleh pendekatan sistemik, yaitu perjuangan agar syariah Islam diterapkan dalam negara.  Di sinilah, kita berharap hadirnya negara Khilafah Islam menjadi jalan keluar yang akan menyelamatkan keluarga dan rumah tangga dari ancaman penyimpangan seksual apapun.  Mudah-mudahan kita semua bisa turut memperjuangkannya dengan segenap kesungguhan.  Aamiin. [] Noor Afeefa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menanamkan Adab Bicara kepada Anak

Menanamkan Adab Bicara kepada Anak Di antara perkara yang cukup merepotkan orang tua dari tingkah laku anak-anaknya adalah kebiasaan buruk dalam berbicara.  Padahal berbicara adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan manusia.  Berbicara pula yang pertama-tama dilakukan bayi saat baru lahir, melalui tangisannya.  Dan betapa bahagianya sang ibu tatkala mendengar kata pertama yang diucapkan buah hatinya.  Selanjutnya, seiring perjalanan waktu, sang anak pun mulai tumbuh, berkembang, dan menyerap berbagai informasi yang diterimanya.  Saat itulah sang anak mulai banyak mengatakan segala sesuatu yang pernah ia dengar.  Sayangnya, tak jarang kebahagiaan ibu harus tergantikan oleh rasa prihatin terutama saat sang buah hati mulai berbicara tanpa adab, sopan santun, bahkan  bertentangan dengan syari’at.  Rasa prihatin kian mendalam bila ternyata meski anak sudah mulai menginjak usia baligh, adab berbicara justru semakin ditinggalkan.  Tak jarang ditemui mereka berani membanta

Sistem Islam Atasi Pergaulan Bebas

Sistem Islam Atasi Pergaulan Bebas Pergaulan bebas rupanya masih menjadi persoalan paling rumit khususnya bagi remaja.  ; Setidaknya mungkin itulah bentuk keprihatinan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pada peringatan Hari Anak Nasional beberapa hari lalu.  Saking prihatiannya, menteri yang baru diangkat tersebut pun kembali melontarkan pernyataan nyeleneh, yaitu pacaran ‘sehat’.  Menurut beliau, dalam berpacaran harus saling menjaga, tidak melakukan hal-hal yang berisiko.  Masa remaja adalah masa yang tepat untuk membekali informasi, penguatan mental, dan iman dari keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar, sebelum mereka mulai aktif secara seksual (antaranews.com, 13/07/2012).  Sebelumnya beliau juga telah menyampaikan sebuah kebijakan kontroversi, yaitu kondomisasi yang ditentang keras oleh hampir seluruh komponen umat Islam. Berkaitan dengan penanggulangan masalah pergaulan bebas ini, beberapa waktu lalu, LPOI (Lembaga Persahabatan Ormas Islam) juga mengusulkan solu

Keluarga dalam Ancaman Kapitalisme

Keluarga dalam Ancaman Kapitalisme Tak dapat dipungkiri, kehidupan sekuler kapitalistik yang mendominasi kehidupan kaum muslim saat ini telah membawa petaka di segala bidang, tak terkecuali institusi keluarga.  Gambaran indahnya keluarga muslim sejati yang dijanjikan Allah SWT kini pudar tergerus oleh kejahatan kapitalisme.  Ideologi yang menjauhkan agama dari kehidupan ini telah sukses mengantarkan keluarga di ambang kehancuran.   Kapitalisme Biang Kerok Segala Persoalan Di antara persoalan paling menonjol yang ditimbulkan kapitalisme adalah kemiskinan.  Bahkan kemiskinan telah menjadi momok paling menakutkan sehingga sempat menipu sebagian kalangan yang ingin melakukan perubahan bagi masyarakat.   Saking beratnya, kemiskinan dianggap persoalan paling penting, sedangkan aspek yang lain kerap dikesampingkan.  Mengapa kapitalisme menghasilkan kemiskinan?  Tentu saja, karena teori ekonomi kapitalisme dibangun berdasarkan asumsi yang keliru.  Asumsi yang selalu ditanamka