Langsung ke konten utama

Femininitas Salah Arah dan Kerusakan Masyarakat

Femininitas Salah Arah dan Kerusakan Masyarakat 
Beberapa saat setelah Malinda Dee (MD) ditangkap, menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar menyampaikan komentar keprihatinannya atas pembobolan uang nasabah Citibank yang dilakukan oleh seorang staf private banking perempuan.  Namun menurutnya, hal ini adalah sebuah kasus yang kebetulan saja pelakunya perempuan. Dia pun meminta masyarakat jangan memojokkan kaum perempuan dalam kasus ini. Linda juga menyayangkan bila masyarakat mengaitkan kasus MD dengan sensualitas dan kecantikannya sebagai perempuan. (Republika.co.id, 3/4/2011).
 

Tidak hanya MD, sebelumnya polisi juga sudah menangkap seorang perempuan cantik yang berprofesi sebagai penipu.  Selly masuk tahanan setelah beberapa korban melaporkan aksi penipuannya.  Para korban tidak menyangka kalau perempuan cantik itu ternyata penipu, karena gayanya yang meyakinkan.
 

Laki-laki maupun perempuan memang memiliki peluang yang sama untuk melakukan tindak kejahatan.  Apalagi di era kemodernan saat ini, ketika wanita begitu bebas memasuki dunia publik, peluang perempuan melakukan tindak kriminal pun menjadi besar.  Namun benarkah bentuk kriminal yang dilakukan oleh perempuan semacam MD tidak ada sangkut pautnya dengan kecantikan dan sensualitas yang dimilikinya?  Bukankah sensualitas merupakan salah satu daya tarik paling besar untuk menarik simpati lawan jenis?  Terlebih, kini muncul berbagai jenis aktivitas publik yang banyak melibatkan perempuan dan femininitasnya.  Lantas, bagaimana mendudukkan sensualitas dan kecatikan (femininitas) agar tidak menimbulkan kerusakan bagi masyarakat?  Dimana peran syariah dalam menjaga perempuan agar kehadirannya di ranah publik memberi kebaikan bagi masyarakat, bukan sebaliknya.

Sumber Fitnah      

“Kalau bukan karena kecantikan, buat apa ada wanita”.  Pernyataan ini biasanya dilontarkan oleh mereka yang memandang kelebihan perempuan dari sisi femininitasnya saja.  Benar, wanita memang diciptakan dengan potensi kecantikannya.  Namun, tahukah kita bahwa ternyata kecantikan wanita bisa menjadi salah satu sumber kerusakan (fitnah) paling besar bagi laki-laki dan masyarakat. 
 

Secara naluri, semua orang memang tertarik dengan kecantikan dan kemolekan tubuh wanita.  Karena itulah, dalam dunia usaha hal ini menjadi salah satu alat untuk menarik minat konsumen membeli produk atau menggunakan jasa layanannya. Sudah jamak di kalangan masyarakat liberal saat ini, kecantikan menjadi salah satu syarat dalam berbagai proses penerimaan calon pegawai khususnya yang berkaitan dengan pelayanan.  Menjadi pramugrari, SPG (Sales Promotion Girl), staf humas atau customer care dan lain-lain tidak mudah dimasuki oleh semua wanita, kecuali oleh mereka yang dilebihkan dengan potensi kecantikan serta menarik.
 

Bank-bank yang memiliki layanan private banking pun lebih mengutamakan staf perempuan dibandingkan laki-laki, karena nasabah pada jenis layanan ini kebanyakan laki-laki.  Demi meraih kepercayaan nasabah, staf perempuan private banking ini dituntut memahami semua kemauan nasabahnya.  Bahkan persoalan kantor pun boleh dikerjakan di luar kantor.  Tak jarang ada nasabah yang nakal dengan membujuk staf private banking tersebut untuk melakukan sesuatu di luar konteks pekerjaan.    Ini menunjukkan betapa kedekatan antara nasabah dengan staf private banking begitu berarti.  Meski tidak bisa dikatakan selalu ada hubungan affair antara nasabah dengan staf private banking.  Namun, hubungan (interaksi) yang terlalu intensif antara laki-laki dengan perempuan –yang tampil dengan femininitasnya, tentu berpeluang menimbulkan keguncangan pada masyarakat.
 

Secara nornal, laki-laki pun diberikan kecenderungan kepada lawan jenis, apalagi bila lawan jenisnya menarik perhatiannya.  Bagi mereka yang kurang iman dan taqwanya, dipastikan mudah terjerumus dalam pergaulan dan kerjasama yang menyimpang dengan lawan jenisnya.  Dari sisi inilah, femininitas yang salah arah berpeluang besar memunculkan kerusakan di masyarakat.

Emansipasi, liberalisasi Beberapa perempuan rupanya telah salah kaprah dalam memahami cita-cita Kartini.  Berdalih mengejar kesetaraan, perempuan memasuki dunia publik tanpa memperhatikan rambu-rambu syariah.  Dimasukinya jenis pekerjaan apapun, termasuk yang begitu lekat dengan dunia laki-laki, juga jenis pekerjaan yang menuntut femininitas di luar batas. 
 

Di sisi lain, arus kemodernan yang dihembuskan Barat juga telah menggeser ranah aktivitas perempuan.  Akhirnya, kaum perempuan lebih senang menjadi pekerja di luar rumah daripada menetapi profesi pokoknya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga.  Sebenarnya, kalau saja kaum perempuan ini masih menjunjung syariat Islam dalam aktivitas di luar rumahnya, keberadaan mereka di ranah publik masih minim menimbulkan kerusakan.  Masalahnya, mereka lebih banyak abai terhadap hukum syariat tatkala memasuki ranah publik, seperti memanfaatkan kecantikan, kemolekan dan sifat-sifat keperempuanan dalam beraktivitas. 
 

Konsep hidup serba bebas (liberalisasi) di sektor ekonomi telah mendorong pihak produsen mencari jalan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.  Prinsip syariah bisa saja dilanggar jika tidak menguntungkan, begitulah konsep ekonomi kapitalis.  Dengan prinsip itu, pihak produsen terbiasa menggunakan jasa perempuan dengan mengandalkan sifat keperempuanan sebagai daya tarik bagi konsumen. 
 

Pihak perempuan pun memiliki sudut pandang yang keliru dengan merasa bangga jika femininitasnya bisa dimanfaatkan oleh laki-laki.  Konsep bahwa kecantikan seorang wanita hanya diberikan untuk suami, dianggap kuno.  Mereka telah membawanya ke ranah publik –daerah yang begitu ganas bagi kecantikan dan kemolekan tubuh perempuan.  Inilah yang melahirkan tatanan di masyarakat atas penggunaan aspek femininintas dalam dunia usaha.  Femininitas adalah sesuatu yang bernilai dan bermanfaat, karena itulah ia begitu diagung-agungkan dan dihargai.
 

Sebagai konsekuensinya, kemudharatan tak bisa dihindari lagi.  Fakta berbicara tentang banyaknya persoalan yang mengguncang masyarakat akibat pola hubungan yang sesuai syariat antara laki-laki dan perempuan di ranah publik ini.  Kemudharatan tak hanya menimpa kaum perempuan, namun juga laki-laki.  Dalam kasus Malinda, bobolnya dana nasabah pada layanan private banking tersebut bisa jadi  diakibatkan oleh kesalahan sistemik pengaturan perbankan.  Namun demikian, sisi femininitas Malinda cukup berpengaruh mengingat bentuk hubungan yang terjadi antara para nasabah (korban) dan tersangka begitu special. 
 

Akibat buruk lainnya biasanya berupa kekerasan seksual dan eksploitasi tubuh yang dialami perempuan, hingga tindakan kriminal.  Ada sebagian SPG (Sales Promotion Girl) yang akhirnya dijadikan kekasih gelap laki-laki hidung belang.  Mereka biasanya tertambat jalinan cinta saat perempuan tersebut melakukan pekerjaannya.   Sisi femininitas telah menarik hubungan maksiyat kedua jenis manusia ini.
 

Demikianlah, tatkala perempuan secara bebas memanfaatkan sisi femininitasnya sedangkan kaum laki-laki tidak menjaga hati dan pandangannya, ditambah sistem yang tidak memberikan sanksi dan aturan yang tegas bagi pelaku pelanggaran, membuat masyarakat hidup dalam bayang-bayang kerusakan.  Prostitusi kian subur, kehidupan rumah tangga pun terancam hancur.  Giliran selanjutnya adalah generasi yang tak mendapatkan bimbingan yang baik dari kedua orangtuanya.

Aturan IslamIslam melarang baik laki-laki maupun wanita, melakukan amal perbuatan yang dapat membahayakan akhlak atau yang dapat merusak masyarakat. Seorang wanita dilarang melakukan kesibukan dalam setiap pekerjaan yang menampakkan sisi femininitasnya. Diriwayatkan dari Rafi' bin Rafa'ah seraya berkata: Nabi saw telah melarang kami melakukan pekerjaan kecuali dengan menggunakan kedua tangannya. Beliau berkata : "Seper¬ti inilah jari-jemarinya yang kasar sebagai mana halnya tukan roti, pemintal, atau pengukir”.
 

Dengan demikian seorang wanita dilarang untuk melakukan kesibukan (bekerja) di tempat-tempat penjualan untuk menarik pengunjung, melakukan pekerjaan di kantor-kantor diplomatik dan konsulat atau yang sejenisnya dengan maksud untuk mengeksploitisir kewanitaan¬nya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan politik, bekerja sebagai pramugari di pesawat-pesawat terbang, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang mengeksploitisir kewanitaannya.
 

Islam memuliakan perempuan dengan membatasi pemanfaatan femininitasnya hanya kepada suami.  Aturan ini bukan saja akan menjaga kehormatan perempuan, namun juga menjaga kaum laki-laki dari pandangan jinsiyah yang diharamkan syariat.  Interaksi laki-laki dengan perempuan di ranah publik harus ditundukkan berdasarkan hukum syariat.  Dengan terikatnya mereka kepada aturan Islam menjamin diperolehnya kemaslahatan atas interaksi keduanya di tempat umum.

PenutupDi tengah rusaknya pandangan tentang perempuan, keberadaan daulah Islamiyyah menjadi unsur yang mutlak perlu diwujudkan sekarang juga.  Sebab, daulah inilah yang mampu ‘memaksa’ setiap warga negaranya untuk mematuhi syariat Allah SWT termasuk dalam pengaturan hubungan antar lawan jenis.  Semoga umat semakin rindu akan kehadirannya dan berupaya dengan sungguh-sungguh menegakkannya. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin. []
Noor Afeefa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menanamkan Adab Bicara kepada Anak

Menanamkan Adab Bicara kepada Anak Di antara perkara yang cukup merepotkan orang tua dari tingkah laku anak-anaknya adalah kebiasaan buruk dalam berbicara.  Padahal berbicara adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan manusia.  Berbicara pula yang pertama-tama dilakukan bayi saat baru lahir, melalui tangisannya.  Dan betapa bahagianya sang ibu tatkala mendengar kata pertama yang diucapkan buah hatinya.  Selanjutnya, seiring perjalanan waktu, sang anak pun mulai tumbuh, berkembang, dan menyerap berbagai informasi yang diterimanya.  Saat itulah sang anak mulai banyak mengatakan segala sesuatu yang pernah ia dengar.  Sayangnya, tak jarang kebahagiaan ibu harus tergantikan oleh rasa prihatin terutama saat sang buah hati mulai berbicara tanpa adab, sopan santun, bahkan  bertentangan dengan syari’at.  Rasa prihatin kian mendalam bila ternyata meski anak sudah mulai menginjak usia baligh, adab berbicara justru semakin ditinggalkan.  Tak jarang ditemui mereka berani membanta

Sistem Islam Atasi Pergaulan Bebas

Sistem Islam Atasi Pergaulan Bebas Pergaulan bebas rupanya masih menjadi persoalan paling rumit khususnya bagi remaja.  ; Setidaknya mungkin itulah bentuk keprihatinan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pada peringatan Hari Anak Nasional beberapa hari lalu.  Saking prihatiannya, menteri yang baru diangkat tersebut pun kembali melontarkan pernyataan nyeleneh, yaitu pacaran ‘sehat’.  Menurut beliau, dalam berpacaran harus saling menjaga, tidak melakukan hal-hal yang berisiko.  Masa remaja adalah masa yang tepat untuk membekali informasi, penguatan mental, dan iman dari keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar, sebelum mereka mulai aktif secara seksual (antaranews.com, 13/07/2012).  Sebelumnya beliau juga telah menyampaikan sebuah kebijakan kontroversi, yaitu kondomisasi yang ditentang keras oleh hampir seluruh komponen umat Islam. Berkaitan dengan penanggulangan masalah pergaulan bebas ini, beberapa waktu lalu, LPOI (Lembaga Persahabatan Ormas Islam) juga mengusulkan solu

Keluarga dalam Ancaman Kapitalisme

Keluarga dalam Ancaman Kapitalisme Tak dapat dipungkiri, kehidupan sekuler kapitalistik yang mendominasi kehidupan kaum muslim saat ini telah membawa petaka di segala bidang, tak terkecuali institusi keluarga.  Gambaran indahnya keluarga muslim sejati yang dijanjikan Allah SWT kini pudar tergerus oleh kejahatan kapitalisme.  Ideologi yang menjauhkan agama dari kehidupan ini telah sukses mengantarkan keluarga di ambang kehancuran.   Kapitalisme Biang Kerok Segala Persoalan Di antara persoalan paling menonjol yang ditimbulkan kapitalisme adalah kemiskinan.  Bahkan kemiskinan telah menjadi momok paling menakutkan sehingga sempat menipu sebagian kalangan yang ingin melakukan perubahan bagi masyarakat.   Saking beratnya, kemiskinan dianggap persoalan paling penting, sedangkan aspek yang lain kerap dikesampingkan.  Mengapa kapitalisme menghasilkan kemiskinan?  Tentu saja, karena teori ekonomi kapitalisme dibangun berdasarkan asumsi yang keliru.  Asumsi yang selalu ditanamka