Menanamkan Adab Bicara kepada Anak
Di
antara perkara yang cukup merepotkan orang tua dari tingkah laku anak-anaknya adalah
kebiasaan buruk dalam berbicara. Padahal
berbicara adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan manusia. Berbicara pula yang pertama-tama dilakukan
bayi saat baru lahir, melalui tangisannya.
Dan betapa bahagianya sang ibu tatkala mendengar kata pertama yang
diucapkan buah hatinya. Selanjutnya,
seiring perjalanan waktu, sang anak pun mulai tumbuh, berkembang, dan menyerap berbagai
informasi yang diterimanya. Saat itulah
sang anak mulai banyak mengatakan segala sesuatu yang pernah ia dengar. Sayangnya, tak jarang kebahagiaan ibu harus
tergantikan oleh rasa prihatin terutama saat sang buah hati mulai berbicara
tanpa adab, sopan santun, bahkan
bertentangan dengan syari’at.
Rasa
prihatin kian mendalam bila ternyata meski anak sudah mulai menginjak usia
baligh, adab berbicara justru semakin ditinggalkan. Tak jarang ditemui mereka berani membantah
nasihat orang tua atau guru, makin pintar berbohong, tak merasa berdosa saat
mencaci atau mengolok-olok temannya, berani mengungkapkan aib temannya, bahkan
tak ragu mengucapkan kata-kata kotor, kasar, sumpah serapah, atau menisbatkan
pada sesuatu yang tak layak bagi manusia.
Mengapa
mereka bisa tumbuh menjadi seperti itu?
Inilah sebagian permasalahan orang tua terhadap putra putrinya. Kelihatannya sepele, namun sebenarnya sangat
berat, karena persoalan lisan (perkataan) bisa berimplikasi surga atau
neraka. Nah, jika demikian orang tua
seharusnya memiliki kepekaan mendalam dan ilmu yang mumpuni dalam mengarahkan
buah hatinya agar amanah yang Allah berikan itu bisa menjadi penuntun orang
tuanya menuju surga, bukan sebaliknya menghalanginya dari tempat termulia
itu.
Adab Bicara Bagian
dari Akhlak Islam
Betapa
agungnya Islam, ketika dalam tatanannya mengatur aspek akhlak. Sebagai bagian yang tak bisa dilepaskan dari
bangunan Islam, pengaturan akhlak dalam Islam memiliki nilai untuk memberikan
keunggulan atau keluhuran bagi yang melaksanakannya. Syari’ah Islam telah memerintahkan kaum muslim untuk menghiasi setiap
perilakunya dengan akhlak mulia, baik dalam beribadah, bermuamalah dengan orang
lain maupun dalam perilaku yang sifatnya pribadi sekalipun. Sebaliknya, syara’ telah melarang kaum muslim
dari akhlak tercela. Dari Abdullah bin Amr sesungguhnya
Rasulullah saw. bersabda:
“Sesunggunya
orang yang terbaik di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya”. (Mutafaq
‘alaih).
Di antara akhlak Islam yang
diperintahkan Allah SWT adalah adab berbicara.
Bahkan Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang perkara yang paling banyak
menjadi penyebab masuknya manusia ke neraka, lalu beliau bersabda: “Perkara itu adalah mulut dan kemaluan”.
(HR. Riwayat at-Tirmidzi, ia berkata, “Ini hadits shahih”; Ibnu Hibban dalam
kitab Shahih-nya; al-Bukhâri dalam al-Adab al-Mufrad; Ibnu Majah; Ahmad; dan
al-Hâkim).
Rasulullah
Saw. adalah orang yang paling baik akhlaknya.
Dalam berbicara beliau memang selalu dibimbing wahyu. Namun, sebagai suri teladan bagi seluruh
manusia, perilaku beliau adalah contoh
nyata bagi tiap muslim untuk diamalkan.
Berikut dicontohkan beberapa adab berbicara sebagaimana yang dituntunkan Rasulullah Saw.
1. Membiasakan salam
Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash ra. bahawasanya ada seorang lelaki bertanya
kepada Rasulullah Saw: "Manakah
amalan Islam yang terbaik?" Beliau menjawab: "Yaitu engkau memberikan makanan dan engkau mengucapkan salam
kepada orang yang sudah engkau kenal dan orang yang belum engkau kenal."
(Muttafaq 'alaih).
2. Selalu menyatakan kebenaran
atau diam
Dari AbĂ» Hurairah, Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam”. (Mutafaq
‘alaih).
3. Tidak berdusta, jujur dalam
perkataan
Dari Abdullah bin Mas’ud ra., ia berkata; Rasulullah Saw. bersabda:
“Kalian
harus berbuat jujur, karena kejujuran akan mengantarkan kepada kebaikan, dan
kebaikan akan mengantarkan ke surga. Jika manusia senantiasa berbuat jujur dan
memperhatikan kejujuran, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang
jujur”. (Mutafaq ‘alaih).
4. Bertutur kata dengan baik
Dari ‘Adi bin Hatim ra., ia berkata; Rasulullah Saw. bersabda:
“Jauhilah
neraka walau dengan sebiji kurma. Siapa saja tidak menemukan sebiji kurma, maka
dengan perkataan yang baik”.
(Mutafaq ‘alaih).
5. Berbicara dengan lemah
lembut, apalagi kepada orang tua.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra., bahwa
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah itu lemah-lembut,
mencintai kelembutan dalam segala perkara”. (Mutafaq ‘alaih)
6. Tidak banyak bicara
"Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan
paling jauh jaraknya dariku pada hari Kiamat adalah para penceloteh lagi banyak
bicara." (HR. Tirmidzi) .
7.
Berhati-hati dan cermat dalam
berbicara dan menyampaikan informasi
Dari AbĂ» Hurairah ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: “Seseorang layak dikatakan pendusta jika ia
mengatakan setiap perkara yang didengarnya”. (HR. Muslim).
8. Tidak men-ghibah
Rasulullah
Saw. bersabda : “Tahukah kamu apa ghibah itu?” Para sahabat menjawab,
"Allah dan rasulNya lebih mengetahui." Beliau bersabda,
"Menyebut-nyebut sesuatu tentang saudaramu hal-hal yang diadak
sukai." (HR. Muslim)
9. Tidak mengadu domba
Hudzaifah ra. meriwayatkan,
saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda, "Tak akan masuk surga
orang yang suka mengadu domba." (HR. Bukhari dan Muslim).
10. Tidak
memanggil orang lain dengan panggilan yang tidak disukai (buruk)
Allah SWT
berfirman, “...Dan janganlah kamu saling memanggil dengan gelar-gelar yang
buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah
beriman. Dan barang siapa yang tak bertobat maka mereka itulah orang-orang yang
zalim." (QS. Hujurat : 11).
11. Menjauhi berbantah-bantahan
Rasulullah Saw. bersabda, “Aku menjamin rumah di sekitar surga bagi
orang yang meninggalkan almuraa’; dan rumah di tengah-tengah surga bagi orang
yang tidak suka berdusta, meski hanya bergurau; dan rumah di bagian paling atas
surga bagi orang yang baik akhlaknya”. (HR. AbĂ» Dawud. an-Nawawi berkata,
“Hadits ini shahih”). Al-Muraa’ yaitu berdebat
karena perasaan sombong.
12. Tidak mencaci maki
Rasulullah
Saw. bersabda, “Apabila ada orang yang mencaci-maki kamu tentang apa yang
dia ketahui pada dirimu, janganlah kamu mencaci-maki dia tentang apa yang kamu
ketahui pada dirinya karena pahalanya untuk kamu dan kecelakaan untuk dia”. (HR.
Ad-Dailami)
13. Tidak memotong pembicaraan
Sebuah
riwayat menyatakan, “Suatu hari seorang Arab Badui datang menemui Rasulullah
SAW, ia langsung memotong pembicaraan beliau dan bertanya tentang hari Kiamat.
Namun Rasulullah tetap melanjutkan hingga selesai pembicaraannya. Setelah itu
baru beliau mencari si penanya tadi”. (HR.Bukhari).
14. Menjaga
rahasia
Rasulullah
Saw. bersabda, "Tiadalah seorang Muslim menutupi rahasia saudaranya di
dunia kecuali Allah menutupi (pula) rahasianya pada hari Kiamat." (Riwayat
Muslim).
Cara Menanamkan Adab Bicara pada Anak
Cara Menanamkan Adab Bicara pada Anak
Menanamkan adab berbicara harus
dimulai sedini mungkin, karena berkait dengan kebiasaan. Sebaliknya, membiarkan kebiasaan buruk itu
ada pada anak-anak akan menjadi sebuah karakter yang sulit diubah. Berikut tips umum untuk menanamkan adab
bicara pada anak :
Pertama, menanamkan
aqidah yang kuat.
Aqidah yang kokoh akan menanamkan keyakinan bahwa
sebagai hamba Allah kita wajib mengikuti semua aturan-Nya. Dan salah satu
aturan tersebut adalah akhlak dalam berbicara (menjaga lisan). Melalui pendekatan ini, akan tertanam sikap
keikhlasan melaksanakan akhlak tersebut semata-mata karena Allah SWT. Sedini mungkin anak harus mulai belajar untuk
melaksanakan kebaikan dalam berbicara bukan untuk mengharapkan imbalan materi,
atau pujian orang lain. Sikap ini juga
akan memberi imunitas yang tinggi manakala ia terancam oleh lingkungan yang
kurang baik.
Kedua, ajarkan
keteladan Rasulullah Saw. dalam berbicara.
Beberapa contoh keteladanan yang
disebutkan di atas seharusnya disampaikan kepada anak sejak dini. Semuanya menunjukkan betapa berharganya nilai
berbicara itu.
Ketiga, tak
bosan memberi keteladanan.
Anak akan meniru kebiasaan berbicara
lingkungannya. Oleh karena itu,
sebaiknya orang tua dan seluruh penghuni rumah menjaga lisannya. Keteladanan juga akan memberikan lingkungan
yang baik bagi anak sehingga anak akan lebih mudah menemukan pola kebiasaan
berbicara yang baik.
Ketiga, membiasakan
mengucapkan kalimat thoyyibah.
Dengan kebiasaan ini, anak tidak punya
kesempatan untuk mengatakan kata-kata kotor dan sia-sia. Di antara kalimat thoyyibah yang biasa
diajarkan misalnya, kalimat bismillah
untuk memulai setiap perbuatan baik, astaghfirullah
bila anak melakukan kesalahan, subhanallah
bila melihat pemandangan yang bagus, masyaAllah
jika mendapatkan sesuatu yang menakjubkan, inna
lillahi jika mendapatkan musibah dan sebagainya. Membiasakan hal ini kepada anak sekaligus juga
untuk menghindari kebiasaan latah yang sia-sia.
Tanamkan pula bahwa mengatakan kalimah thoyyibah jauh lebih baik dan berpahala dibandingkan kata-kata
sumpah serapah seperti gila!, busyet!, monyet!, dasar bodoh!, dsb.
Di samping kalimat thoyyibah, biasakanlah sejak kecil anak
mengungkapkan kata-kata sopan dalam berinteraksi. Misalnya, terimakasih atau jazakallah, maaf,
tolong, permisi, dan sejenisnya.
Keempat, menjauhkan
anak dari lingkungan yang tidak baik.
Tidak diterapkanya sistem Islam memang
memaksa keluarga muslim untuk ekstra hati-hati menjaga buah hatinya. Meski di rumah sudah terbentuk kebiasaan
berbicara yang baik, namun di luar rumah belum tentu. Sementara itu, anak-anak secara alami juga
membutuhkan ‘dunia luar’ untuk belajar dan bersosialisasi. Oleh karena itu, orang tua, khususnya ibu
harus bisa mengarahkan dengan siapa sebaiknya anak kita bermain. Jauhkan anak dari berteman dekat dengan
anak-anak yang punya kebiasaan berbicara yang buruk. Berikanlah penjelasan yang bijak kepada anak
sehingga anak tidak protes mengapa harus memilih-milih teman.
Orang tua juga harus selektif
memilihkan program tayangan media.
Jangan biarkan anak-anak menonton film orang dewasa apalagi beradegan
kekerasan dan sering melontarkan kata-kata kasar. Sebaiknya berikan tontonan edukatif yang
merangsang anak melakukan kebiasaan berbicara yang baik. Jika terpaksa si anak kedapatan mendengar
kata-kata kotor dari media, maka tugas orang tua adalah menjelaskan hakikat
kata-kata kotor tersebut dan mengajaknya untuk menjauhinya.
Kelima, bijak
dalam memberi peringatan atau nasihat. Bila
anak mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan syari’at, maka orang tua
berkewajiban menasehatinya. Selayaknya
orang tua bersikap bijak dengan menghindari kata-kata olok-olok saat menasihati.
Di samping kata-kata itu bisa menjadi doa bagi anak, sebenarnya pada saat itu
orang tua tengah mengajarkan jenis perkataan buruk kepada anaknya. Nasihat yang benar seharusnya juga disertai
penjelasan dalil syara’ terutama bagi anak yang sudah mulai besar. Ini penting untuk memunculkan sikap bersalah
karena sudah melanggar ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Diharapkan anak tidak mengulanginya di lain
waktu.
Keenam, meciptakan
lingkungan sekitar rumah yang selalu menjaga lisan. Diantaranya adalah dengan tidak membiarkan
anak tetangga yang mempunyai kebiasaan berkata buruk hingga mereka meninggalkan
kebiasaannya. Kesalahan yang sering
terjadi di masyarakat saat ini adalah menyerahkan pendidikan akhlak anak
tetangga kepada ibunya sendiri. Padahal,
jika keburukan nyata-nyata ada di depan mata, maka amar ma’ruf nahi munkar kepada
anak tetangga tentu menjadi kewajiban kita.
Hanya saja, harus dicari metode yang baik agar tidak menyulut konflik
antar tetangga. Inilah yang dimaksud
kontrol sosial yang harus ada untuk menjaga pelaksanaan syari’at Islam.
Penutup
Sesungguhnya
anak dapat memiliki adab bicara yang dituntunkan syara’ bila mendapat bimbingan
yang mumpuni dari orang tuanya. Meski
tidak mudah, semua itu dapat tewujud dengan kesungguhan dan tanggung jawab yang
besar dari orang tua.
Di samping itu, sebagaimana kita
ketahui, buruknya kebiasaan berbicara pada anak tidak lepas dari kesalahan pola
asuh orang tua, lingkungan yang tidak islami, juga sistem pendidikan yang
kurang menekankan pelaksanaan syari’at secara kafah termasuk dalam perkara akhlak. Oleh karena itu, upaya penanaman adab
berbicara pada anak juga harus dibarengi dengan upaya memperjuangkan syari’ah
dan khilafah. Dengan demikian, upaya orang
tua mengemban amanah pendidikan anaknya akan selangkah lebih mudah. Selamat mendidik dan berjuang ! [] Noor Afeefa
Wallahu
A’lamu
Komentar
Posting Komentar