Langsung ke konten utama

Peran Muslimah dalam Membangun Masyarakat

Peran Muslimah dalam Membangun Masyarakat

Oleh: Noor Afeefa


Allah SWT menciptakan wanita dengan kodrat kewanitaannya. Ia diberikan karunia sifat kelembutan dan kasih sayang agar bisa melaksanakan tugas utamanya. Karena itulah, Islam mengatur peni kehidupan wanita dengan aturan yang begitu rapi agar pelaksanaannya menjamin keberlangsungan masyarakat secara baik.


Allah SWT tidak memberikan peran strategis tersebut kepada laki-laki. Karenanya, secara penciptaan pun laki-laki tidak diberi karunia untuk melahir¬kan, menyusui dan sifat kelemah lembutan. Allah SWT telah menempatkan laki-laki pada posisi yang membutuhkan tenaga atau fisik lebih kuat. Oleh karena itulah, laki-laki dibebani tanggung jawab mencari nafkah bagi keluarganya. Inilah konsep umum pembagian tugas antara laki-laki dan wanita dalam Islam.


Sayangnya, keadaan yang begitu indah tertata antara laki-laki dan wanita dalam Islam kini tengah dirusak oleh ideologi kapitalisme. Posisi wanita bergeser.


Sungguh, menjadi ibu bukanlah sebuah pilihan. Menjadi ibu adalah hal yang wajib diterima sebagai makhluk Allah SWT yang berjenis kelamin perempuan. Tentu, ini adalah sebuah kemuliaan bagi kaum wanita, bukan kehinaan sebagaimana yang dituduhkan kaum Barat sekuler. Barat memang telah mengesankan perempuan yang hanya bisa memfungsikan dirinya sebagal ibu dan pengatur rumah tangga saja (berperan di sektor domestik) sebagai perempuan yang tidak berdaya atau tidak berkualitas bahkan tidak punya prestasi.



Pandangan sekuler tersebut tentu sangat jauh dari kebenaran, bahkan bertentangan dengan fakta dan pengalaman kehidupan manusia. Bahwa peradaban yang maju tidak dapat ditentukan oleh besarnya peran perempuan di sektor publik. Bahkan penelaahan yang lebih mendalam menunjukkan bahwa optimalisasi peran perempuan di sektor domestik merupakan investasi masa depan yang sangat berharga, khususnya dalam pengelolaan rumah tangga dan dalam mewujudkan generasi yang bermutu.


Sungguh ironi, jika Muslimah di negeri ini tega meninggalkan amanah Sang Pencipta tersebut, hanya karena silau dengan kemewahan semu yang dipropagandakan negara-negara Barat. Tak selayaknya para wanita berbondong¬bondong terjun aktif di sektor publik, sedang tugas utama mereka di sektor domestik terbengkalai. Jika mereka pergi, adakah yang lebih baik dari wanita (sang ibu) untuk menggantikan posisinya?


Tiang Negara Pencetak Generasi

Wanita yang sukses mengelola tugas utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga hakikatnya telah menciptakan sebuah pondasi bagi bangunan masyarakat. Keluarga yang hamonis dan kokoh serta lahirnya generasi yang bermutu adalah syarat utama kekokohan bangunan sebuah bangsa. Dan semua itu terwujud melalui peran yang dilakukan secara mumpuni oleh wanita.


Di belakang seorang pemimpin handal pastilah berdiri seorang wanita yang telah menemaninya sejak dari dalam kandungan hingga ia memimpin urusan masyarakat. Wanita itu tentu telah memberikan corak kepada sang pemimpin sehingga kertas putih yang tadinya bersih kini penuh dengan coretan indah penuh makna dan hikmah atas bimbingan sang ibu.


Sebuah kisah teladan pernah terukir di masa kejayaan Islam dulu. Lahirnya seorang khalifah yang mulia, Urnar bin Abdul Aziz adalah buah dari kemuliaan seorang ibu Ummu Ashim.


Sebagaimaina kita ketahui, Umar bin Abdul Aziz yang berjuluk Khalifah Kelima adalah pemimpin yang bersahaja. Tingkat keimanannya tidak perlu diragukan lagi. Beliau hafal Alquran sejak kecil. Matanya selalu banjir air mata karena rasa takutnya kepada Allah SWT. Ummu Ashim (Laila) sendiri adalah wanita mulia yang dilahirkan oleh ibu mulia —Ummu Ammarah binti Sufyan bin Abdullah bin Rabi'ah Ats-Tsaqafi, gadis yang dulu pernah dipergoki Khalifah Uttar Bin Khaththab tengah menasihati ibunya yang mau mencampurkan susu dengan air di tengah malam sunyi.


Betapa seorang wanita memiliki nilai strategis dalam melahirkan pemimpin dan generasi masa depan yang menentukan maju dan mundurnya sebuah bangsa. Maka layaklah muncul ungkapan masyhur bahwa wanita adalah tiang negara. Wanita menentukan maju dan mundurnya sebuah bangsa. Inilah makna tiang negara.


Harus dipahami bahwa ungkapan tiang negara tidak bisa dimaknai sebagai bentuk tuntutan agar wanita berkiprah dalam urusan politik praktis (misaInya, menjadi penguasa). Peran strategis wanita juga tidak diukur dari seberapa besar kontribusinya secara ekonomi bagi bangsa. Sungguh peran-peran tersebut bisa dan telah dilakukan oleh kaum laki-laki.


Adapun perkara melahirkan generasi dan mengokohkan bangunan keluarga, perannya lebih spesifik bagi wanita. Oleh karena itu, wanita menempati posisi sebagai penentu lahirnya generasi berkualitas. Hal ini didukung pula oleh fakta bahwa ibu adalah orang yang paling dekat dengan anak-anak. Sejak awal kehadirannya (dalam rahim ibu hingga besar), ibulah yang paling memahami kondisi anak. Ibu pun memiliki ikatan batin yang paling kuat terhadap anak. Melihat hubungan tersebut, maka fungsi ibu sangat sulit digantikan pihak lain.


Sedemikian eratnya hubungan ibu dengan anak, maka apabila ibu mampu mendidiknya dengan benar, maka ibu telah mengantarkan menuju terwujudnya generasi dan pemimpin berkualitas.
Pendidikan yang dilakukan ibu akan membentuk pola pikir dan pola sikap yang dituntunkan syariat. Dengan interaksi yang dialami antara ibu dan anak, pendidikan di rumah oleh ibu cukup berperan menorehkan sikap-sikap dan karakter kepemimpinan yang tidak bisa dilakukan oleh lembaga pendidikan dan lingkungannya.


Suksesnya sang anak pun sering tak lepas dari dorongan dan doa yang dipanjatkan sang ibu. Sungguh, Allah SWT mendengar doa ibu yang dipanjatkan untuk putra-putrinya. Semua ini menunjukkan bahwa wanita memiliki peran yang sangat strategis mencetak calon pemimpin masa depan.


Itulah bentuk amal shalih yang dikehendaki Allah SWT bagi wanita sebagaimana Allah pun telah menetapkan jenis amal shalih bagi laki-laki. Keduanya akan mendapat balasan kebaikan dari Allah SWT.


"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. "(TQS. An Nahl [16]:97)


Pernah Maju

Tak ada salahnya kita memperhatikan bagaimana Islam telah mengagungkan beberapa Muslimah pembangun peradaban yang namanya senantiasa abadi sepanjang zaman. Keberadaan mereka telah ada sejak dahulu, jauh sebelum hiruk pikuk kemodernan mengancam umat manusia.


Suatu ketika Rasulullah SAW membuat empat garis seraya berkata: "Tahukah kalian apakah ini? " Para sahabat berkata: "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui". Nabi SAW lalu bersabda: "Sesungguhnya wanita ahli surga yang paling utama adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad SAW, Maryam binti Imran, dan Aisyah binti Mazahi" (Mustadrak Ash Shahihain 2:497).


Keempat wanita agung itu, bukanlah mereka yang larut dalam kemodernan zaman. Mereka adalah ibu dan atau istri tulen. Namun, ketegarannya menetapi profesi mulia yang diberikan Allah SWT itu telah membuat mereka tercatat sebagai wanita-wanita pembangun masyarakat. Dari merekalah cahaya Allah SWT semakin meluas merasuk ke seluruh pelosok negeri.


Kiprah wanita-wanita mulia ini pun bahkan menjadi inspirasi Muslimah pembangun masyarakat di era sesudahnya. Lahirnya mujahid Islam, panglima Islam, hingga mujtahid dan ulama penyebar dakwah Islam tentu tak lepas dari ketelatenan para ibu mulia yang tak semua tercatat dalam sejarah.


Satu hal yang sangat mempengaruhi kesuksesan para wanita mulia ini dalam mengemban amanah membangun masyarakat, yaitu adanya sistem kehidupan Islam (Daulah Khilafah Islamiyyah). Sistem kehidupan Islam memang terbukti memudahkan pelaksanaan tugas wanita. Tak hanya itu, tantangan yang dihadapi wanita pun menjadi sangat minimal. Sehingga hasilnya bisa dirasakan hingga kini.


Kini, sudah saatnya kaum Muslimah menyadari untuk tidak terjebak pada arus liberal yang diciptakan musuh musuh Islam di balik baju kemodernan. Harga diri sebagai Muslimah terlalu tinggi jika digadaikan dengan dunia dan seisinya karena wanita memiliki nilai strategis untuk membangun masyarakat. Dan, di tengah kesulitan yang dihadapi masyarakat modern saat ini, maka kembalinya wanita kepada tugas pokoknya tentu menjadi perkara yang sangat urgen. Semoga kita semakin sadar, hanya dengan kembali kepada syariat Islam, kemuliaan wanita diraih, keberkahan bagi masyarakat pun akan terwujud. Aamiin ya Rabbal 'alamiin. []

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menanamkan Adab Bicara kepada Anak

Menanamkan Adab Bicara kepada Anak Di antara perkara yang cukup merepotkan orang tua dari tingkah laku anak-anaknya adalah kebiasaan buruk dalam berbicara.  Padahal berbicara adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan manusia.  Berbicara pula yang pertama-tama dilakukan bayi saat baru lahir, melalui tangisannya.  Dan betapa bahagianya sang ibu tatkala mendengar kata pertama yang diucapkan buah hatinya.  Selanjutnya, seiring perjalanan waktu, sang anak pun mulai tumbuh, berkembang, dan menyerap berbagai informasi yang diterimanya.  Saat itulah sang anak mulai banyak mengatakan segala sesuatu yang pernah ia dengar.  Sayangnya, tak jarang kebahagiaan ibu harus tergantikan oleh rasa prihatin terutama saat sang buah hati mulai berbicara tanpa adab, sopan santun, bahkan  bertentangan dengan syari’at.  Rasa prihatin kian mendalam bila ternyata meski anak sudah mulai menginjak usia baligh, adab berbicara justru semakin ditinggalkan.  Tak jarang ditemui mereka berani membanta

Sistem Islam Atasi Pergaulan Bebas

Sistem Islam Atasi Pergaulan Bebas Pergaulan bebas rupanya masih menjadi persoalan paling rumit khususnya bagi remaja.  ; Setidaknya mungkin itulah bentuk keprihatinan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pada peringatan Hari Anak Nasional beberapa hari lalu.  Saking prihatiannya, menteri yang baru diangkat tersebut pun kembali melontarkan pernyataan nyeleneh, yaitu pacaran ‘sehat’.  Menurut beliau, dalam berpacaran harus saling menjaga, tidak melakukan hal-hal yang berisiko.  Masa remaja adalah masa yang tepat untuk membekali informasi, penguatan mental, dan iman dari keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar, sebelum mereka mulai aktif secara seksual (antaranews.com, 13/07/2012).  Sebelumnya beliau juga telah menyampaikan sebuah kebijakan kontroversi, yaitu kondomisasi yang ditentang keras oleh hampir seluruh komponen umat Islam. Berkaitan dengan penanggulangan masalah pergaulan bebas ini, beberapa waktu lalu, LPOI (Lembaga Persahabatan Ormas Islam) juga mengusulkan solu

Keluarga dalam Ancaman Kapitalisme

Keluarga dalam Ancaman Kapitalisme Tak dapat dipungkiri, kehidupan sekuler kapitalistik yang mendominasi kehidupan kaum muslim saat ini telah membawa petaka di segala bidang, tak terkecuali institusi keluarga.  Gambaran indahnya keluarga muslim sejati yang dijanjikan Allah SWT kini pudar tergerus oleh kejahatan kapitalisme.  Ideologi yang menjauhkan agama dari kehidupan ini telah sukses mengantarkan keluarga di ambang kehancuran.   Kapitalisme Biang Kerok Segala Persoalan Di antara persoalan paling menonjol yang ditimbulkan kapitalisme adalah kemiskinan.  Bahkan kemiskinan telah menjadi momok paling menakutkan sehingga sempat menipu sebagian kalangan yang ingin melakukan perubahan bagi masyarakat.   Saking beratnya, kemiskinan dianggap persoalan paling penting, sedangkan aspek yang lain kerap dikesampingkan.  Mengapa kapitalisme menghasilkan kemiskinan?  Tentu saja, karena teori ekonomi kapitalisme dibangun berdasarkan asumsi yang keliru.  Asumsi yang selalu ditanamka