Langsung ke konten utama

Mencermati Fenomena Anak Cepat Dewasa

Mencermati Fenomena Anak Cepat Dewasa

Fakta mengejutkan kembali hadir di hadapan kita menyangkut polah tingkah anak-anak jaman sekarang.  Mereka dinilai terlalu cepat dewasa dengan masa kanak-kanak selesai pada usia 12 tahun. Setidaknya itulah yang ditemukan oleh Netmums, sebuah situs internet untuk kaum ibu di Inggris.  Lembaga ini juga menyatakan bahwa anak mendapat tekanan yang kuat agar berkembang lebih cepat (bbc, 6/03/2013).

Di Indonesia sendiri, masalah ini pun mulai dirasakan.  Melihat polah tingkah anak-anak khususnya yang mengikuti berbagai ajang penilaian kreativitas anak, menunjukkan bahwa anak-anak jaman sekarang sudah memiliki kemampuan seperti anak-anak di atas usianya (bahkan orang dewasa).  Sudah jamak dijumpai adanya anak usia TK yang mampu menari ala tarian orang dewasa, berlenggak-lenggok ala peraga busana dewasa,  memainkan musik dan menyanyi layaknya pemain band orang dewasa, bahkan berdandan atau bersolek gaya khas orang dewasa.

Yang memiriskan, semua itu terjadi atas dorongan bahkan contoh orang tuanya.  Mereka merasa bangga jika anaknya tumbuh dewasa lebih cepat.  Seperti tidak mempedulikan akibat lebih jauhnya, para orang tua ini terus mendorong anak-anaknya, khususnya jika kemampuan ‘dewasa lebih cepatnya’ ini menghasilkan uang (keuntungan).  Sang anak pun menikmatinya tanpa menyadari ke arah manakah ia akan tumbuh dan berkembang kelak.
Apa yang sesungguhnya tengah terjadi pada generasi ini?  Mengapa mereka harus mengalaminya?  Dan apa dampak negatifnya bagi mereka, keluarga dan masyarakat?  Padahal, apapun yang menimpa mereka pasti mempengaruhi kehidupan kita saat ini dan masa depan mereka.  Oleh karena itu, persolan ini harus segera diupayakan solusinya.



Berbeda Kondisi
Membandingkan kondisi anak-anak jaman sekarang dengan dulu ketika peradaban Islam tegak memang sangat jauh berbeda.  Dulu, kondisi masyarakat, standar hidup, visi dan misi orang tua terhadap anak tumbuh seiring dengan ajaran Islam yang diterapkan secara praktis oleh daulah (negara). 

Imam Syafi’i kecil adalah salah satu anak yang bisa mewakili indahnya kondisi masyarakat yang dapat mengantarkannya menjadi ulama ternama di dunia hingga akhir jaman.  Beliau tumbuh di masa kanak-kanak yang sangat kental dengan bimbingan agama sang bunda dan orang-orang terdekatnya.  Motivasi beliau untuk menguasai ilmu sedemikian kuat hingga beliau hafal Al Qur’an pada usia 7 tahun.  Kemampuan menghafalnya yang kuat menjadikan beliau banyak menghabiskan waktunya untuk menekuni ilmu agama hingga pada akhirnya beliau menjadi ulama besar ahli ijtihad.  Subhanallah.

Kondisi demikian tentu sudah sangat jarang dijumpai saat ini.  Orientasi yang terbangun pada anak-anak jaman sekarang adalah tampilnya mereka dengan segenap kemampuan yang lebih menujukkan dewasa secara fisik dan jenis kelamin.  Jika ditanyakan kepada mereka tentang sosok idolanya, maka spontan mereka menunjuk pada artis-artis dewasa papan atas.  Perilaku mereka pun telah terbius mengikuti idolanya sejak masih belia.  Ada yang sejak sangat belia telah gemar menirukan goyang ngebor, nge-dance, bergaya seksi ala orang dewasa dan sebagainya.  Dengan bangganya mereka memiliki jati diri itu karena dalam pandangannya sosok-sosok seperti itulah yang terlihat menyenangkan dan membanggakan.

Anak-anak ini yang notabene mengaku muslim bahkan tak begitu mengenal tokoh-tokoh ternama muslim, para pahlawan dan pejuang Islam yang mengusir penjajah Kafir Belanda, dan sebagainya.  Jika saja mereka cukup mengenal dan dekat dengan sosok-sosok tersebut, bukan tidak mungkin mereka akan terpengaruh untuk mencontoh sososk-sosok tersebut.  Sayangnya, yang demikian ini tidak terjadi saat ini.  Menyedihkan!

Pengaruh Faktor Sistemik
Sebenarnya tidak sulit untuk menelusuri mengapa orientasi anak jaman sekarang begitu jauh berbeda dengan anak-anak jaman dulu.  Orientasi anak tentu dipengaruhi lingkungan tempat hidup mereka.  Kondisi demikian juga tak lepas dari pola hidup masyarakat sekarang yang berorientasi pada kehidupan hedonis dan kesenangan pada harta, tahta bahkan wanita.
Tata  kehidupan sekuler kapitalis telah terbukti menjadikan hidup terasa sempit.  

Persaingan usaha yang dialami orang tua berimbas pada anak-anak.  Anak-anak yang seharusnya mendapatkan hak nafkah merasakan kesempitan itu.  Sang anak pun didorong oleh orang tuanya untuk ikut memikirkan beban nafkah tersebut.  Maka sebagian anak mulai terdorong untuk melakukan beberapa perilaku orang dewasa demi mendapatkan upah.  Banyaknya artis dari kalangan anak-anak juga menunjukkan perilaku cepat dewasanya mereka.

Sistem pendidikan yang jauh dari ajaran Islam juga turut andil memunculkan anak bersikap dewasa tidak pada tempatnya ini.  Hilangnya rasa malu pada lawan jenis karena norma (ajaran) agama tidak terlalu diutamakan dalam pendidikan menyebabkan anak merasa bebas nilai dalam bersikap.

Yang paling nyata dan berdampak langsung adalah tayangan media.  Dalam sistem kapitalis seperti sekarang, keuntungan materi menjadi penentu sebuah siaran atau konten acara layak tayang.  Ajang pemilihan bakat atau kreativitas anak-anak bertaburan di layar kaca.  Mereka menyelenggarakannya tanpa batas norma.  Apapun kemampuan anak –meski tidak layak dilakukan anak-anak pun- menjadi alat pemuas konsumen pemirsa.  Itulah sihir dunia hiburan bagi anak-anak.

Belum lagi akses internet yang semakin mudah, menjadikan anak-anak mampu mengakses beragam informasi yang sebenarnya belum layak mereka terima.  Sayangnya, penguasa tidak berdaya dalam membuat regulasi untuk membendung pengaruh buruk kemajuan teknologi tersebut.

Yang lebih memprihatinkan lagi, lingkungan terdekat anak, yaitu orang tua (keluarga) ternyata begitu lemah dalam mengarahkan dan membentengi anak-anak.  Kesibukan orang tua bahkan orientasi hidup yang keliru telah mengorbankan anak-anak mereka sendiri.  Mereka bangga jika anaknya cepat dewasa, apalagi bila mendatangkan keuntungan, tanpa sadar apa akibatnya bagi anak dan masyarakat.

Selamatkan Anak
Sesungguhnya Islam adalah peraturan hidup yang akan menyelamatkan seluruh manusia (termasuk anak-anak).   Hukum-hukum yang dikandungnya menjamin pelaksanaan tanggung jawab orang-orang yang berada di sekeliling anak-anak sehingga para penerus generasi ini terselamatkan. 
Allah SWT berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...” (TQS. At Tahrim [66] : 6).

Juga firman-Nya :
 “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar”. (TQS. An nisaa [4] : 9 )

Ayat di atas dengan jelas memerintahkan agar orang tua bertanggung jawab menyelamatkan anak-anaknya dan tidak meninggalkannya dalam keadaan lemah.  Yang dimaksud di sini tentu bukan saja menyangkut materi atau finansial semata.  Ayat ini juga secara nyata menjamin agar anak-anak berada pada kondisi yang aman.  Artinya, semestinya orang tua takut kepada Allah bila membiarkan anak-anaknya berperilaku menyimpang atau perilaku apapun yang mengancam diri dan masa depannya. 

Fenomena anak cepat dewasa pada hakikatnya adalah proses mendekatkan anak pada pandangan jinsiyah (terhadap jenis kelamin) yang tidak pada masanya.  Pada usia kanak-kanak seharusnya mereka lebih banyak melakukan eksplorasi untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mentalnya agar berkembang dengan baik hingga kelak menjadi manusia dewasa yang siap menerima tanggung jawab syariah (taklif syara’) yang dibebankan Allah SWT. 

Akan sangat menyedihkan jika masih kanak-kanak sudah sibuk memikirkan penampilan agar terlihat cantik atau macho, meski untuk itu semua mereka harus mengeluarkan biaya tidak sedikit.  Bahkan ada pula yang sudah sibuk mencari jawaban bagaimana proses terjadinya kehamilan.  Lantas mereka mulai saling suka antar lawan jenis, dan bukan tidak mungkin tindakan tidak senonoh pun bisa mereka lakukan.  Bukan saja harta yang terbuang, bahkan kehormatan pun siap terancam.  Hal-hal semacam ini tentunya sangat tidak layak terjadi pada anak-anak dan harus dijauhkan. 

Masa kanak-kanak adalah masa yang paling menentukan corak kepribadiannya di masa yang akan datang.  Oleh karenanya, Islam telah memberikan panduan agar pada masa itu, anak mendapatkan bekal yang cukup untuk kelanjutan masa depannya.  Melalui pendidikan yang berasas akidah Islam, proses tumbuh kembang anak, baik fisik maupun mental akan mengarah kesiapan anak memasuki masa dewasa secara alami, bukan instan sebagaimana yang saat ini banyak terjadi.

Maka untuk menyelamatkan mereka, semua pihak harus satu kata dan satu sikap untuk mencabut sistem dan tata aturan yang telah menjerumuskan anak sehingga mereka tumbuh tidak alami.  Tata kehidupan kapitalis saat ini harus menjadi orientasi bersama untuk dihancurkan.  Karena kekufuran inilah yang membuat orang tua, masyarakat dan bahkan negara abai hingga mengarahkan terbentuknya anak-anak dengan kondisi yang cukup memprihatinkan ini.  Lantas, apa saja yang dapat kita lakukan?

Langkah Praktis Orang Tua
Berikut hal-hal yang harus orang tua lakukan untuk menjaga anak-anak agar berkembang sesuai tabiatnya serta terhindar dari fenomena cepat dewasa.

Pertama, meningkatkan kesadaran sebagai pendidik anak yang baik.  Sungguh, Allah SWT telah memberikan kemurahan-Nya dengan memberikan pahala yang begitu besar atas jerih payah orang tua yang mengarahkan anak-anaknya menjadi sholih (al Hadits).  Dengan kesadaran ruhiyah seperti ini orang tua akan semakin baik dan bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan dan pengarahan pada anak-anaknya. 

Kedua, menumbuhkan visi dan misi hidup yang benar pada anak.  Fenomena cepat dewasa pada anak dipicu juga oleh kekeliruan anak dalam memahami orientasi hidup.  Bagi mereka hidup digambarkan sebagai masa menyenangkan diri; makan enak, gaul enak, tidur nyenyak, bersenang-senang atau sekedar mencari uang.  Kekeliruan seperti ini dapat diatasi jika orang tua sejak dini mampu menanamkan orientasi hidup (visi dan misi hidup) yang benar; dari mana mereka hidup, untuk apa hidup di dunia dan akan ke manakah setelah hidup.  Ketika anak telah mulai memahami hal itu, orang tua tinggal mengawal perkembangannya agar tumbuh sesuai tabiat dan kemampuannya. 

Ketiga, meningkatkan kontrol terhadap anak saat mereka bersentuhan dengan teknologi, seperti internet, TV dan media-media lain.  Menghalangi anak untuk tidak mengakses sama sekali bentuk-bentuk teknologi tersebut memang kurang bijak.  Maka yang harus dilakukan orang tua adalah mengarahkan dan mendampingi anak saat mereka memanfaatkan media tersebut untuk menguatkan visi dan memperbanyak maklumat (informasi) untuk perkembangan fisik dan mentalnya agar siap ditaklif syara’. 

Keempat, mengelola potensi anak.  Tatkala anak tumbuh dengan variasi kemampuannya, maka yang harus dilakukan orang tua adalah mengarahkannya kepada sesuatu yang baik untuk kehidupannya kelak.  Di tengah kepungan sistem merusak, bisa jadi anak sudah mulai terpengaruh mengikuti perilaku orang dewasa.  Maka pada saat itu, orang tua harus mengarahkannya bukan malah memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi; seperti dengan mengikutkan anak pada berbagai kontes pemilihan anak kreatif hanya karena anak sudah memiliki kemampuan ‘goyang’ atau berlenggak lenggok layaknya peragawati, dan sebagainya.  Mereka menganggapnya sebagai aset yang bisa dijual saat dibutuhkan.  Itu sebuah kekeliruan besar.  Mengelola potensi maksudnya adalah menumbuhkan yang baik dan mengarahkan yang tidak baik agar menjadi baik.

Kelima, memilihkan teman yang baik.  Anak-anak begitu mudah mengikuti apapun yang tengah tren, termasuk apapun yang dilakukan teman-temannya.  Pengaruh pertemanan sangat kuat dalam membentuk pola tingkah laku anak.  Oleh karena itu, orang tua harus memilihkan teman-teman yang aman bagi perkembangan anak-anaknya.  Janganlah mereka dibiarkan berteman dengan anak yang telah melakukan penyimpangan dalam hal ini.  Kontrol orang tua menjadi sangat penting.

Keenam, mengajarkan kebiasaan baik.  Membentuk kebiasaan sangatlah efektif dilakukan saat masih anak-anak.  Jika orang tua mampu mengajarkan kebiasaan yang baik, maka anak akan memiliki imunitas yang tinggi dari serangan bentuk perilaku yang menyimpang.  Orang tua juga harus berhati-hati menjaga perilakunya sehingga tidak menjadi contoh buruk bagi anak-anaknya.  Misalnya, tidak bermesraan di hadapan anak-anak, menjaga pembicaraan khusus orang dewasa ketika berhadapan dengan anak-anak, dan lain sebagainya. 

Peran Masyarakat dan Negara
Yang harus dilakukan masyarakat dalam hal ini adalah menegakkan kontrol.  Pertama, masyarakat harus memiliki kesamaan persepsi tentang standar perilaku yang baik pada anak-anak.  Fenomena perilaku anak menyimpang ini (tidak sesuai usianya) harus menjadi pemahaman bersama untuk kemudian dicegah bersama.  Fenomena anak pandai menari (dance), menyanyi atau berdandan dengan gaya orang dewasa harus dipahami bersama sebagai bukan prestasi.  Jika masyarakat mempunyai persepsi yang sama, anak-anak tidak akan nyaman melakukan semua itu.

Kedua, keterlibatan langsung masyarakat dengan saling peduli dan menganggap bahwa ancaman pada anak-anak adalah ancaman bagi masyarakat.  Masyarakat harus turut mengontrol setiap fenomena dan dinamika yang terjadi, apalagi jika berpengaruh buruk pada masa depan anak-anak.  Serangan pada kapitalisme sebagai sumber masalah harus menjadi agenda dan aksi masyarakat.  Jika masyarakat bersama-sama menolak tayangan media yang negatif dan menghendaki peraturan yang lebih menjamin keselamatan anak-anak (sistem Islam) tentu negara akan berpikir ulang untuk membiarkan sistem kufur tersebut tetap tegak.  Inilah kepentingan terlibatnya masyarakat.

Adapun negara, institusi ini memiliki kekuatan yang paling besar untuk menangkal bahkan menolak kapitalisme yang selama ini hidup.  Oleh karena itu, selama negara ini memberi ruang bahkan mengadopsi tata kehidupan sekuler kapitalis, maka masa depan anak-anak akan senantiasa terancam.  Seharusnya negara memberlakukan sistem pengganti (yaitu sistem Islam) yang secara filosifis bahkan terbukti mampu menyelesaikan masalah ini.

Negara harus menyelenggarakan pendidikan berbasis Islam, bukan sekuler sehingga anak-anak memiliki orientasi hidup yang benar.  Mereka juga memiliki standar yang benar dalam berbuat.  Dengan sistem pergaulan Islam, negara dapat menjaga kehidupan anak-anak terbebas dari ‘polusi’ kebiasaan orang dewasa, karena orang dewasa menjaga aturan interaksinya berdasarkan Islam.  Negara juga hanya akan mengembangkan budaya yang tidak bertentangan dengan Islam.  Budaya Barat tidak akan diberi ruang - terlebih jika sudah mulai digandrungi anak-anak- karena ia telah nyata-nyata merusak.

Dengan sistem ekonomi Islam, negara mampu menjaga kehidupan ekonomi negara, masyarakat bahkan keluarga dengan basis yang benar, bukan standar manfaat yang bernilai materi.  Keluhuran masyarakat juga diperhatikan sehingga para calon pemimpin ini terjaga masa depannya, tidak seperti dalam sistem kapitalis saat ini.  Negara tidak akan menghalalkan dunia hiburan (hanya demi menghidupkan roda ekonomi atau kepentingan segelintir orang). 

Dan dengan sanksi yang tegas sesuai hukum Islam, maka negara akan mudah menyelesaikan setiap pelanggaran hukum.  Seorang pezina (yang tidak bertobat) tak akan menjadi idola anak-anak.  Gambar-gambar porno pun tidak akan bertebaran di jalanan dan di udara.  Demikianlah gambaran yang seharsnya dilakukan negara untuk menyelamatkan anak-anak dari fenomena yang mengerikan ini.

Penutup
Fenomena anak cepat dewasa hanyalah akibat.  Ia dapat diselesaikan dengan menghilangkan faktor-faktor yang menyebabkannya (berpengaruh buruk) serta dengan membangun pertahanan yang baik bagi proses tumbuh dan berkembangnya para penerus generasi ini. 

Membentengi pengaruh buruk kapitalisme adalah langkah defensif yang mau tidak mau harus dilakukan.  Namun, selama umat tidak memiliki lingkungan yang baik dan ‘tempat hidup yang bersih’ maka serangan itu akan terus menggerogoti anak-anak.  Maka, langkah strategis yang harus dilakukan umat Islam adalah mengarahkan visinya untuk mewujudkan peradaban Islam yang tegak di atas sistem khilafah Islam.  Sebab, hanya peradaban Islam yang mampu menjaga anak-anak tumbuh dan berkembang sesuai tabiat dan masanya.  Mereka tidak akan kehilangan hak-hak masa kanak-kanaknya.  Namun mereka tetap memiliki kesempatan menjadi generasi unggul yang akan memberikan sumbangan kebaikan bagi tegaknya agama Allah ini.


Kini, jalan menuju tujuan itu kian jelas.  Perubahan besar dunia menuju tegaknya Khilafah Islam sudah di depan mata.  Semoga kita termasuk orang-orang yang turut serta mewujudkannya.  Aamiin ya Robbal ‘alamiin. []  Noor Afeefa

Komentar

  1. AYOO SERBUU GAN MUMPUNG GRATIS DAN MURAH
    ADU BANTENG, Sabung Ayam, Sportbook, Poker, CEME, CAPSA, DOMINO, Casino
    Modal 20 rb, hasilkan jutaan rupiah
    Bonus 10% All Games Bolavada || Bonus Cashback 10% All Games Bolavada, Kecuali Poker ||
    FREEBET AND FREECHIP 2017 FOR ALL NEW MEMBER !!! Registrasi Sekarang dan Rasakan Sensasi nya!!! ONLY ON : BOLAVADA(dot)com
    BBM : D89CC515

    sabung ayam
    agen terpercaya
    bandar judi

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menanamkan Adab Bicara kepada Anak

Menanamkan Adab Bicara kepada Anak Di antara perkara yang cukup merepotkan orang tua dari tingkah laku anak-anaknya adalah kebiasaan buruk dalam berbicara.  Padahal berbicara adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan manusia.  Berbicara pula yang pertama-tama dilakukan bayi saat baru lahir, melalui tangisannya.  Dan betapa bahagianya sang ibu tatkala mendengar kata pertama yang diucapkan buah hatinya.  Selanjutnya, seiring perjalanan waktu, sang anak pun mulai tumbuh, berkembang, dan menyerap berbagai informasi yang diterimanya.  Saat itulah sang anak mulai banyak mengatakan segala sesuatu yang pernah ia dengar.  Sayangnya, tak jarang kebahagiaan ibu harus tergantikan oleh rasa prihatin terutama saat sang buah hati mulai berbicara tanpa adab, sopan santun, bahkan  bertentangan dengan syari’at.  Rasa prihatin kian mendalam bila ternyata meski anak sudah mulai menginjak usia baligh, adab berbicara justru semakin ditinggalkan.  Tak jarang ditemui mereka berani membanta

Sistem Islam Atasi Pergaulan Bebas

Sistem Islam Atasi Pergaulan Bebas Pergaulan bebas rupanya masih menjadi persoalan paling rumit khususnya bagi remaja.  ; Setidaknya mungkin itulah bentuk keprihatinan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pada peringatan Hari Anak Nasional beberapa hari lalu.  Saking prihatiannya, menteri yang baru diangkat tersebut pun kembali melontarkan pernyataan nyeleneh, yaitu pacaran ‘sehat’.  Menurut beliau, dalam berpacaran harus saling menjaga, tidak melakukan hal-hal yang berisiko.  Masa remaja adalah masa yang tepat untuk membekali informasi, penguatan mental, dan iman dari keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar, sebelum mereka mulai aktif secara seksual (antaranews.com, 13/07/2012).  Sebelumnya beliau juga telah menyampaikan sebuah kebijakan kontroversi, yaitu kondomisasi yang ditentang keras oleh hampir seluruh komponen umat Islam. Berkaitan dengan penanggulangan masalah pergaulan bebas ini, beberapa waktu lalu, LPOI (Lembaga Persahabatan Ormas Islam) juga mengusulkan solu

Keluarga dalam Ancaman Kapitalisme

Keluarga dalam Ancaman Kapitalisme Tak dapat dipungkiri, kehidupan sekuler kapitalistik yang mendominasi kehidupan kaum muslim saat ini telah membawa petaka di segala bidang, tak terkecuali institusi keluarga.  Gambaran indahnya keluarga muslim sejati yang dijanjikan Allah SWT kini pudar tergerus oleh kejahatan kapitalisme.  Ideologi yang menjauhkan agama dari kehidupan ini telah sukses mengantarkan keluarga di ambang kehancuran.   Kapitalisme Biang Kerok Segala Persoalan Di antara persoalan paling menonjol yang ditimbulkan kapitalisme adalah kemiskinan.  Bahkan kemiskinan telah menjadi momok paling menakutkan sehingga sempat menipu sebagian kalangan yang ingin melakukan perubahan bagi masyarakat.   Saking beratnya, kemiskinan dianggap persoalan paling penting, sedangkan aspek yang lain kerap dikesampingkan.  Mengapa kapitalisme menghasilkan kemiskinan?  Tentu saja, karena teori ekonomi kapitalisme dibangun berdasarkan asumsi yang keliru.  Asumsi yang selalu ditanamka