Langsung ke konten utama

Hindari Perilaku Konsumtif di Bulan Mulia

Hindari Perilaku Konsumtif di Bulan Mulia

Jakarta | Rabu, 1 Aug 2012


Bagaikan tradisi, pola konsumsi dan belanja masyarakat menjelang dan selama bulan Ramadhan cenderung meningkat. Gelagat ini bahkan terkesan tak bisa dihindari. Padahal, harga barang-barang cenderung naik bahkan hingga lima kali lipat. Namun, tingkat konsumsi dan intensitas berbelanja masyarakat tak jua turun, sebaliknya cenderung meningkat.

Tingginya tingkat konsumsi masyarakat ini tentu harus kita waspadai, jangan sampai cara pandang materialism yang dihiasi oleh sikap hidup mewah, berlebihan, dan mengutamakan kepentingan duniawi (materi) hingga hedonisme, merusak suasana ibadah Ramadhan.

Kecenderungan berlebihan, dimulai dari pengaturan menu makanan berbuka puasa hingga kebiasaan memborong berbagai bahan makanan karena khawatir kehabisan dan harga yang melejit, adalah salah satu dari sikap konsumtif yang tidak bisa dilepaskan dari sistem kapitalisme yang membelit.

Hingar bingar pasar, mall, toko-toko, hingga tayangan media yang menarik keinginan untuk membeli dan mengkonsumsi beragam produk telah mengalahkan keheningan suasana ibadah yang seharusnya dibangun.

Terlebih menjelang idul fitri, pembicaraan seputar THR, baju baru, mobil baru, sofa baru, dan segala yang dianggap perlu baru atas nama momentum silaturahmi, telah menjadikan Ramadhan, bulan yang seharusnya berhias khusyu‘ dalam beribadah, menjadi masa riuh rendahnya berbelanja.


Sungguh menyedihkan, tamu agung yang begitu dinantikan itu, dicederai oleh sikap konsumtif. Kenyataan ini tentu bertentangan dengan Syariah Islam yang menganjurkan bersikap sederhana dan tidak berlebihan dalam mengkonsumsi barang-barang kapan pun, apalagi di bulan penuh berkah ini.

Allah SWT melarang bersikap berlebih-lebihan dalam harta : “... dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (TQS. Al Isra [17]:26-27).

Ibadah puasa jika dipahami dan dilaksanakan dengan benar tentu akan menghasilkan pribadi yang bertakwa. Artinya, di bulan Ramadhan ini seharusnya perilaku konsumtif dapat dihindari. Sebab, manifestasi dari takwa adalah tidak mengumbar hawa nafsu, mampu mengendalikan semua keinginan, termasuk keinginan berbelanja yang tidak perlu (berlebihan).

Oleh karena itu, selayaknya kita mengevaluasi diri sejauh mana keberhasilan pelaksanaan ibadah puasa. Mampukah ia menjadi sarana pembentukan pribadi yang mampu mengekang hawa nafsu, mampu menghindari dari sikap konsumtif, dan bertahan dari segala gempuran kapitalisme.Kemenangan di akhir bulan Ramadhan sama sekali tidak dinilai dari berapa baju baru yang Anda miliki.

Sebaliknya, perbanyaklah berbagi meski itu hal-hal kecil. Semoga Ramadhan tahun ini memberi pelajaran berharga bagi hidup kita, agar kita mampu bersikap sederhana, tidak berlebihan, membelanjakan harta sesuai ketentuan Syariah, tidak berlebihan, tapi tidak pula pelit.

Ramadhan juga menyadarkan kita tentang pentingnya mengubah sistem kehidupan masyarakat yang kapitalistik menjadi sistem kehidupan Islam. Karena hanya dalam sistem ini, kita dapat melakukan ibadah di bulan mulia ini dengan penuh kekhusyu‘an. Semoga kita semua dapat berkontribusi di dalamnya.

Noor Afeefa (Perempuan Peduli Syariah)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menanamkan Adab Bicara kepada Anak

Menanamkan Adab Bicara kepada Anak Di antara perkara yang cukup merepotkan orang tua dari tingkah laku anak-anaknya adalah kebiasaan buruk dalam berbicara.  Padahal berbicara adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan manusia.  Berbicara pula yang pertama-tama dilakukan bayi saat baru lahir, melalui tangisannya.  Dan betapa bahagianya sang ibu tatkala mendengar kata pertama yang diucapkan buah hatinya.  Selanjutnya, seiring perjalanan waktu, sang anak pun mulai tumbuh, berkembang, dan menyerap berbagai informasi yang diterimanya.  Saat itulah sang anak mulai banyak mengatakan segala sesuatu yang pernah ia dengar.  Sayangnya, tak jarang kebahagiaan ibu harus tergantikan oleh rasa prihatin terutama saat sang buah hati mulai berbicara tanpa adab, sopan santun, bahkan  bertentangan dengan syari’at.  Rasa prihatin kian mendalam bila ternyata meski anak sudah mulai menginjak usia baligh, adab berbicara justru semakin ditinggalkan.  Tak jarang ditemui mereka berani membanta

Sistem Islam Atasi Pergaulan Bebas

Sistem Islam Atasi Pergaulan Bebas Pergaulan bebas rupanya masih menjadi persoalan paling rumit khususnya bagi remaja.  ; Setidaknya mungkin itulah bentuk keprihatinan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pada peringatan Hari Anak Nasional beberapa hari lalu.  Saking prihatiannya, menteri yang baru diangkat tersebut pun kembali melontarkan pernyataan nyeleneh, yaitu pacaran ‘sehat’.  Menurut beliau, dalam berpacaran harus saling menjaga, tidak melakukan hal-hal yang berisiko.  Masa remaja adalah masa yang tepat untuk membekali informasi, penguatan mental, dan iman dari keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar, sebelum mereka mulai aktif secara seksual (antaranews.com, 13/07/2012).  Sebelumnya beliau juga telah menyampaikan sebuah kebijakan kontroversi, yaitu kondomisasi yang ditentang keras oleh hampir seluruh komponen umat Islam. Berkaitan dengan penanggulangan masalah pergaulan bebas ini, beberapa waktu lalu, LPOI (Lembaga Persahabatan Ormas Islam) juga mengusulkan solu

Keluarga dalam Ancaman Kapitalisme

Keluarga dalam Ancaman Kapitalisme Tak dapat dipungkiri, kehidupan sekuler kapitalistik yang mendominasi kehidupan kaum muslim saat ini telah membawa petaka di segala bidang, tak terkecuali institusi keluarga.  Gambaran indahnya keluarga muslim sejati yang dijanjikan Allah SWT kini pudar tergerus oleh kejahatan kapitalisme.  Ideologi yang menjauhkan agama dari kehidupan ini telah sukses mengantarkan keluarga di ambang kehancuran.   Kapitalisme Biang Kerok Segala Persoalan Di antara persoalan paling menonjol yang ditimbulkan kapitalisme adalah kemiskinan.  Bahkan kemiskinan telah menjadi momok paling menakutkan sehingga sempat menipu sebagian kalangan yang ingin melakukan perubahan bagi masyarakat.   Saking beratnya, kemiskinan dianggap persoalan paling penting, sedangkan aspek yang lain kerap dikesampingkan.  Mengapa kapitalisme menghasilkan kemiskinan?  Tentu saja, karena teori ekonomi kapitalisme dibangun berdasarkan asumsi yang keliru.  Asumsi yang selalu ditanamka