Langsung ke konten utama

Gaul Sehat dan Syar’iy

Gaul Sehat dan Syar’iy

Pengantar
Inikah gambaran generasi muda harapan bangsa ?  Ketika separuh gadis di Jabodetabek tak perawan lagi.  Sedangkan di Surabaya, remaja perempuan lajang yang kegadisannya sudah hilang mencapai 54 persen, di Medan 52 persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37 persen (BKKN. go. id , 2010).

Adapun di DKI Jakarta selama 2011  tercatat ada 406 kasus aborsi, dengan pelaku aborsi separuhnya adalah anak di bawah umur.  Walhasil, infeksi HIV/AIDS angkanya terus melonjak setiap tahun.  Pertengahan tahun 2010 mencapai 21.770 kasus AIDS positif dan 47.157 kasus HIV positif dengan persentase pengidap usia 20-29 tahun sebanyak 48,1 % dan usia 30-39 tahun sebanyak 30,9 % (Data Kemenkes).  Ini baru sebagian data yang diungkap.  Sisanya tentu menggambarkan kondisi yang tak jauh berbeda.

Hampir bisa dipastikan bahwa gambaran menyedihkan di atas menunjukkan buruknya pergaulan remaja masa kini.  Anehnya, budaya pacaran masih dianggap biasa oleh sebagian kalangan, baik di lingkungan pendidikan maupun orang tua.  Di mana pun hampir tidak ada ruang bagi terpisahnya dua jenis kelamin.  Mereka senantiasa bercampur baur, tak ada sistem yang mengatur, bahkan sanksi pun tak mampu mencegah makin rusaknya tata pergaulan.

Begitu sulitkah menjalankan aturan syariat Islam dalam pergaulan remaja masa kini?  Apa yang sebenarnya remaja hadapi, sehingga jauh dari tuntunan Islam?  Bagaimana pula sesungguhnya bentuk gaul sehat dan diajarkan syariat Islam?  Mampukah hal itu diwujudkan oleh remaja yang telah rusak kini?  Dan, benarkah hanya hal itu yang akan menyelamatkan mereka dari kehancurannya?


Naluri Seksual
Allah SWT telah menciptakan setaip manusia dengan potensi kehidupan (thâqah hayawiyyah), berupa kebutuhan jasmani (hâjât ‘udhwiyyah) seperti rasa lapar,rasa dahaga atau pun buang hajat; serta berbagai naluri (gharâ’iz), yaitu naluri mempertahankan diri (gharîzah al-baqa’), naluri melestarikan jenis (gharîzah an-nau’) dan naluri beragama (gharizah at tadayyun).  Di antara penampakan naluri melestarikan jenis adalah adanya rasa suka kepada lawan jenis, cinta kepada kerabat dan keluarga, dan lain-lain.  Di samping kedua jenis kebutuhan tersebut, Allah SWT juga memberikan kemampuan berpikir pada manusia. 

Meski demikian, Allah SWT tidak memberi kebebasan secara mutlak kepada manusia untuk menggunakan dan memuaskan semua kebutuhan maupun naluri tersebut menurut kehendak manusia.  Dikhawatirkan hal itu akan menjerumuskan manusia itu sendiri dikarenakan sifatnya yang serba lemah.  Oleh karena itu, pemenuhan atas semua kebutuhan dan naluri tersebut harus disesuaikan dengan tuntunan Sang Pencipta.

Melalui penelaahan wahyu yang diturunkan Allah SWT nampaklah bahwa yang dikehendaki dari pemuasan naluri melestarikan jenis ((gharîzah an-nau’)  adalah terwujudnya kelestarian jenis.  Meski bertujuan untuk melestarikan jenis, pemuasan terhadap naluri ini secara alami juga akan menghasilkan rasa kelezatan atau kenikmatan (seksual).  Namun, Allah SWT tidak menjadikan kepuasan seksual sebagai tujuan dari pemenuhan naluri ini.  Bahkan Allah membatasi agar pemenuhan naluri ini sebagai sarana untuk melestarikan keturunan.  Pandangan tersebut tentu juga tidak mengingkari manusia untuk meraih kenikmatan dan kelezatan hubungan seksual.  Namun, ketika manusia meraihnya harus dijadikan sebagai suatu bentuk kenikmatan yang dibenarkan oleh syariat, mampu melestarikan keturunan dan selaras dengan tujuan tertinggi seorang muslim, yaitu mendapatkan keridhaan Allah SWT.  Inilah hakikat naluri seksual yang ada pada manusia.

Sebagaimana naluri yang lain, gharizah an-nau’ biasanya muncul karena adanya rangsangan baik yang berasal dari fakta-fakta terindra, misalnya perempuan cantik, gambar seronok dan sejenisnya maupun rangsangan yang ditimbulkan dari fantasi atau pemikiran yang berkaitan dengan seksualitas.  Hal ini berarti, jika seseorang dapat menjauhkan diri dari rangsangan-rangsangan tersebut maka gharizah an-nau’- nya tidak akan muncul.  Demikian pula, akan sangat mudah mengarahkan pemenuhan gharizah an-nau’ ini manakala seseorang tidak memiliki jalan keluar yang dibenarkan, misalnya belum menikah.  Caranya, tentu saja dengan mengarahkan pemikirannya sehingga naluri tersebut teralihkan.

Itulah pandangan yang benar tentang naluri melestarikan jenis (gharizah an-nau’) manusia.  Ia bukanlah sesuatu yang mengharuskan pemenuhan, apalagi diduga mengantarkan kematian jika tidak dipenuhi.  Sementara konsep Barat yang memandang bahwa naluri ini merupakan sesuatu yang harus dipenuhi (tidak bisa dialihkan) sehingga banyak muda mudi yang terlibat pergaulan bebas adalah pandangan yang keliru dan tidak mendasar. 

Pandangan yang benar adalah bahwa gharizah an-nau’ bukanlah sesuatu yang harus dipenuhi yang bila tidak dipenuhi dapat membinasakan manusia.  Naluri ini juga bisa dialihkan dengan manjauhkan rangsangan dan membentuk pemikiran positif yang lain yang dapat mengalihkan perhatian seseorang dari naluri yang saat itu muncul.

Dengan demikian, pacaran bahkan pergaulan bebas bukanlah sebuah keharusan.  Meski mencintai lawan jenis adalah perkara yang fitrah pada manusia, namun tata cara menyalurkan rasa cinta tersebut harus sesuai dengan aturan Allah SWT.  Dalam tataran inilah gaul yang sehat dan syar’i diperlukan sebagai jawaban atas munculnya naluri jenis ini untuk menggantikan paradigma dan kebiasaan keliru yang selama ini ada pada muda mudi muslim.

Mengapa Gaul Bebas
Di samping paradigma yang keliru di atas, maraknya pergaulan bebas remaja juga disebabkan oleh lemahnya akidah dan pemahaman hukum Islam pada diri remaja muslim.  Sebab, tak jarang di antara pelaku gaul bebas adalah mereka yang sudah mengetahui haramnya berpacaran.  Rendahnya kualitas pemahaman ke-Islaman remaja muslim mengakibatkan salah kaprahnya model pergaulan yang mereka lakukan selama ini.  Mereka menganggap bahwa pacaran boleh sedangkan zina haram, curhat antar lawan jenis dianggap biasa asal tidak membicarakan masalah seksualitas, atau bercampur baur adalah hal yang tidak bisa ditolak karena beranggapan tidak mungkin membuat pemisahan.

Padahal, Allah SWT telah menurunkan seperangkat aturan yang sangat jelas untuk mengatur hubungan lawan jenis.  Salah kaprah tentang tata pergaulan ini tentu hanya bisa diselesaikan dengan memahami hukum Islam.  Oleh karena itu, selama remaja muslim jauh dari pemahaman ini maka mereka akan terjerumus pada kebiasaan yang dianggap boleh walaupun sebenarnya haram.

Di sisi lain, serangan budaya asing tidak pernah surut, bahkan semakin gencar.  Globalisasi teknologi dan komunikasi menyebabkan mudahnya semua informasi baik benar maupun salah masuk ke dalam benak remaja muslim.  Akibatnya mereka banyak tercekoki pemahaman dan budaya Barat yang menyimpang.  Walhasil, budaya asing terlihat lebih menarik dan menyenangkan sedangkan tata hukum Islam semakin diasingkan dan akhirnya dijauhi. 

Sementara itu, kaum muslim masih harus hidup prihatin karena kungkukngan sistem sekuler kapitalis yang tidak menerapkan hukum Islam saat ini.  Maka, menjadi jauhlah kehidupan remaja dari tata pergaulan yang benar karena mereka tidak mampu menerapkan syariat Islam secara mudah bahkan sempurna dalam sistem seperti ini.

Namun demikian, sebenarnya remaja muslim bukan tidak mampu menolak budaya gaul bebas dari Barat.  Meski budaya ini sudah dicangkokkan ke tubuh kaum muda muslim pasca pemahaman mereka diporak porandakan, sesungguhnya jalan menuju perubahan tata pergaulan yang sehat dan syar’i masih terbentang luas.  Hal ini dapat diperoleh jika mereka memahami betul hakikat kerusakan pergaulan yang selama ini dijalani dan memahami urgensi tata pergaulan yang disyariatkan.  Mereka juga bisa berpindah menuju tata gaul syar’i setelah memahami bahwa tata pergaulan tersebut bukanlah sesuatu yang sulit namun bisa dilaksanakan dengan mudah dan sesuai dengan fitrah manusia.

Bahaya Gaul Bebas
Sebagian remaja muslim mungkin mengetahui bahaya gaul bebas.  Namun di antara mereka melupakan bahaya tersebut setelah mendapati nikmat sesaat dalam aktivitas terlarang tersebut.  Maka pengetahuan itupun sama sekali tak berpengaruh dalam perilaku mereka.  Mereka tetap terjerumus pada model gaul terlarang itu.  Hal ini tentu sangat disayangkan. 

Sesungguhnya pergaulan bebas hanya akan menuai kemudharatan dan kehinaan manusia di dunia dan akhirat. Hal itu dikarenakan pergaulan bebas merupakan tindakan yang dimurkai Allah SWT.  Semua kenikmatan yang dirasakan di dunia menjadi tidak ada artinya jika di akhirat dibalas dengan kenistaan.   Inilah yang seharusnya disadari pasangan muda mudi yang mengabaikan aturan bergaul dari Allah SWT. Allah SWT berfirman yang artinya :

“Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta" (TQS. Thahaa [20] : 124)

Gaul bebas juga akan menggangu produktivitas masa remaja.  Aktivitas merugikan ini telah mengambil sebagian masa produktif mereka hanya untuk perbuatan sia-sia; meratapi kekasih, merayu, memikirkannya atau pun membahagiakannya.  Belum lagi jika mereka harus berpisah, keputusasaan yang mendalam hingga upaya bunuh diri pun bisa dilakoninya.  Masa-masa seperti itu seharusnya bisa digunakan untuk lebih memikirkan kehidupan, masyarakat dan masa depan kaum muslim.  Kenyataannya, remaja muslim banyak yang terjerumus pada aktivitas murahan ini, lebih memikirkan sang pujaan hati dibandingkan upaya melejitkan potensi diri dan berjuang bagi perubahan masyarakat.

Akibat selanjutnya adalah krisis identitas, hilangnya harga diri sebagai makhluk mulia yang beridentitas Islam.  Mereka menjadi tidak ada bedanya dengan para penganut agama dan ideologi lain yang memiliki kebiasaan menghambur-hamburkan kesempatan hanya untuk bersenang-senang dengan pasangannya.  Tak ada lagi idealisme.  Jangankan bercita-cita menjadi pembela Islam, gaul bebas telah menjauhkan citra terikat dengan hukum syariat sebagai pengekang hidup. Maka jalan kehidupan yang mereka tempuh adalah bagaimana agar dirinya bebas berbuat meski melanggar syariat. 

Sungguh Islam akan kehilangan generasi pengembannya, bila generasi muda muslim terjebak pada pergaulan bebas.  Oleh karena itu, remaja muslim seharusnya menyadari persoalan ini.  Tak seharusnya mereka terjebak aktivitas murahan ini.  Seharusnya mereka beralih untuk memikirkan aktivitas yang mendatangkan keridhoan Allah SWT,  yaitu dengan menggantinya dengan aktivitas produktif.  Hal itu bisa dilakukan dengan cara mengatur setiap rangsangan yang berkaitan dengan gharizah nau’ nya dengan tata cara yang telah diatur dalam syariat Islam.

Urgensi Gaul Syar’iy
Tak ada yang lebih baik bagi manusia melainkan mengikuti petunjuk dari Sang Pencipta.  Sebab, Dia-lah yang Maha mengetahui apa yang paling baik untuk manusia.  Oleh karenanya, setiap muslim seharusnya merasa yakin bahwa tata pergaulan yang disyariatkan Allah SWT adalah baik untuk dirinya.  Berikut ini penjelasannya.

Aturan Allah SWT bagi manusia mencakup semua hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia.  Termasuk di dalamnya adalah hubungan antar lawan jenis.  Karenanya, gaul syar’iy adalah bagian dari syariat Islam yang harus dilaksanakan setiap muslim, termasuk remaja.  Sebagaimana aturan shaolat, puasa dan sejenisnya, hukum-hukum pergaulan juga harus dilaksanakan kapan pun dan di manapun.  Tak seharusnya remaja memilah-milah apalagi keberatan atas pengaturan tersebut.  Sebab, pelaksanaan aturan ini adalah bagian dari menifestasi keimanan kepada Allah SWT. 

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (TQS al-Ahzâb [33]: 70)

Ciri hamba yang beriman dan bertakwa adalah melaksanakan semua aturan Allah SWT, termasuk dalam bergaul.  Ini adalah konsekuensi yang logis dari sikap pasrah hamba kepada Sang Khaliq yang telah menciptakannya.
Dan, sebagai balasan atas ketaatan hamba kepada Rabbnya, maka Allah SWT berkenan memberikan kebaikan baik di di dunia maupun di akhirat.  Firman-Nya :
Ÿ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS. An Nahl [16] : 97)

Balasan seperti ini seharusnya cukup untuk meyakinkan setiap remaja muslim akan kebaikan yang bakal diperoleh bila terikat dengan aturan Allah SWT dalam bergaul.  Adakah balasan yang lebih baik daripada balasan yang datangnya dari Dzat yang menguasai manusia? 

Di samping itu, gaul syar’iy juga tidak akan menyulitkan manusia, karena Allah SWT tidak pernah menurunkan peraturan yang memberatkan hamba-Nya.  Firman-Nya :
Ÿ
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya....” (TQS. A Baqarah [2]: 286)

Maknanya, semua peraturan yang Allah SWT turunkan pasti kesuai dengan kadar kesanggupan manusia.  Hal ini menjadi sangat logis, karena Allah SWT-lah yang menciptakan manusia.  Sehingga Dia-lah yang paling mengetahui batas kemampuan manusia.  Dengan demikian, maka gaul syar’iy yang diperintahkan Allah SWT tentulah tidak memberatkan manusia, sesuai dengan fitrah manusia dan tidak merugikan manusia.  
Larangan pacaran, bukan berarti menentang fitrah manusia.  Namun, yang dikehendaki adalah penyaluran dengan cara yang benar.  Sebab, Islam tidak pernah membungkam kebutuhan dan gharizah manusia.  Namun, Islam hanya mengarahkan agar manusia menyalurkannya dengan cara yang baik, terhormat dan tindak melanggar kehormatan orang lain.

Dengan demikian, gaul syar’iy pun akan mudah dilakukan oleh setiap remaja muslim, baik laki-laki maupun perempuan.  Ia tidaklah merepotkan, bahkan pelaksanaannya jauh lebih efisien dan efektif dari pada model gaul rusak saat ini yang banyak menimbulkan dampak negatif.  Firman-Nya:
ƒ
“...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu...” (TQS Al Baqarah [2] :185)

Tata pergaulan yang disyariatkan akan menjauhkan remaja dari berbagai kesulitan hidup, penyakit moral maupun medis, dan sebagainya.  Sebab, jika tak ada kasus kehamilan tak diinginkan, maka tak ada aborsi, tak ada stress karena patah hati, pun tak ada penculikan anak perempuan karena gaul rusak.  Intinya, gaul syar’iy pasti menyehatkan karena remaja akan terbebas dari beban hidup dan dapat menjaga optimisme menjalani kehidupan dan menatap masa depan lebih cermat lagi, tanpa dihantui penyakit seksual dan penyakit mental.

Manifestasi Gaul Sehat dan Syar’iy
Setelah dipahami bahaya gaul bebas dan urgensi gaul sesuai syariat, maka remaja muslim harus bersegera terikat dengan tata aturan pergaulan yang disyariatkan.  Berikut bentuk-bentuknya :
1. Menjadikan sifat takwa sebagai benteng pertahanan terhadap semua bentuk rangsangan yang menggoda.  Takwa merupakan sifat takut kepada Allah SWT sebagai bentuk ketundukan dan kepatuhan kepada-Nya.  Remaja yang memiliki sifat takwa akan mampu menjaga diri dan tidak mudah tergoda oleh godaan dan rayuan syaitan.  Remaja selayaknya juga memiliki sifat iffah dan rasa malu sehingga tidak mengumbar syahwatnya dengan cara yang tidak sesuai syariat. (QS al-Ahzâb [33]: 70, QS Al Hasyr : 18)
2.  Menundukkan pandangan (QS. An Nuur : 30-31), yaitu menahan diri dari memandang yang diharamkan Allah SWT.
3.  Menggunakan pakaian syar’iy (menutup aurat dan sesuai tuntunan) (QS. Al Ahzab : 59, QS An Nuur : 31)
4.  Tidak berkhalwat, yaitu bersepi-sepinya perempuan dengan laki-laki tanpa disertai mahrom si perempuan.

“Janganlah sekali-kali seorang pria dan wanita berkhalwat, kecuali jika wanita itu disertai mahram-nya.” (HR Bukhari).
5. Tidak bepergian jauh kecuali dengan mahrom.

“Tidak halal seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan perjalanan selama sehari semalam, kecuali jika disertai mahram-nya.” (HR Muslim).
6. Tidak saling berpegangan tangan atau berciuman karena bisa membangkitkan naluri seksual dan mendekati zina (QS. Al Isra [17] : 32)
7. Tidak bercampur baur, terpisah antara kelompok laki-laki dan perempuan.
8.  Berinteraksi dengan lawan jenis sebatas hubungan yang sifatnya umum, seperti muamalat atau tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, bukan aktivitas saling mengunjungi antara laki-laki dan perempuan atau aktivitas lain yang bisa memunculkan rangsangan seksual (seperti curhat antar lawan jenis).
9.  Menikah untuk menjaga diri.  Adapun bila belum mampu menikah maka hendaklah berpuasa.
“Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah mampu menanggung beban, hendaklah segera menikah. Sebab, pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa adalah perisai baginya.” (Muttafaq ‘alayh)

Menepis Keraguan
Sebagian remaja yang tengah terjebak pergaulan tidak syar’iy sempat melontarkan keraguannya.   Menurut mereka, kecenderungan atau rasa cinta kepada lawan jenis adalah naluriah, ada pada setiap manusia.  Lalu mengapa hasrat tersebut tidak boleh dipenuhi?  Bahkan –konon- bila tidak dipenuhi bisa berdampak lebih buruk lagi, yaitu stres, bahkan menimbulkan tindakan di luar kewajaran.  Mereka juga beranggapan bahwa penciptaan dua jenis kelamin dimaksudkan agar keduanya dapat saling membahagiakan, memberi kesenangan dan menentramkan.  Dengan demikian, mengapa pemuasannya harus dihambat?

Untuk menghilangkan keraguan ini, haruslah dikembalikan kepada hakikat diciptakannya manusia yang dapat diketahui dari pemberitaan Sang Pencipta manusia (wahyu-Nya).  Allah SWT memang menciptakan dua jenis manusia beserta naluri saling mencintai keduanya (manifestasi gharizah nau’).  Namun, sesungguhnya tujuan diciptakannya naluri nau’ ini adalah untuk melestarikan jenis, bukan diperolehnya kelezatan semata.  Oleh karena itu, pemenuhannya bukan semata-mata untuk mendapatkan kelezatan, namun harus sesuai dengan tujuan tersebut.  Dan Islam telah menetapkan bahwa kesenangan tersebut dapat diperoleh manusia hanya dalam ikatan pernikahan. Inilah yang dikehendaki Sang Khaliq.

Keraguan pun muncul kembali; jika perempuan itu diciptakan indah, mengapa ia tidak diperkenankan dinikmati kecuali oleh suaminya?  Bagaimana dengan para pemuda yang belum mampu menikah, mengapa tidak diperkenankan mengambil kesenangan sesaat?  Lantas, buat siapakah keindahan para gadis yang belum menikah?  Bukankah sayang jika dilewatkan?

Nah, itulah bentuk keraguan yang merasuki manusia yang tengah tergoda oleh bujukan syaitan.  Ketika kesenangan mengitari manusia, makhluk terkutuk tersebut selalu menggoda manusia agar berpaling dari jalan Allah SWT.  Padahal telah ditegaskan dalam wahyu-Nya yang shahih bahwa perempuan adalah makhluk yang harus dilindungi, kehormatan yang harus dijaga dan bukan barang permainan  yang ‘habis manis sepah dibuang’. 

Kecantikan perempuan bisa mendatangkan fitnah bila digunakan bukan dalam koridor yang disyariatkan.  Bukti-bukti atas masalah ini pun sudah jamak terjadi di masyarakat.  Korbannya bukan hanya kaum hawa, laki-laki pun bisa terjerumus dalam jurang maksiyat gara-gara kecantikan perempuan.  Jadi, kecantikan perempuan memang bukan untuk dinikmati namun untuk dilindungi.  Kecantikan perempuan adalah bagian dari karunia Allah SWT yang menunjukkan keagungan-Nya.

Sebagian remaja putri pun ikut-ikutan gamang bila harus menetapi gaul sya’iy.  Repot, kuno, ribet, dan kaku, itulah sebagian komentar mereka.  Katanya, gaul Islam tidak menarik dan dianggap merepotkan karena perempuan harus berjilbab dan berkerudung jika hendak keluar rumah.  Berteman pun harus pilih-pilih, tidak boleh berteman dekat dengan laki-laki.  Lantas, bagaimana jika mereka harus belajar kelompok, mengerjakan tugas sekolah, bahkan harus berjalan bersama saat di sekolah, dan lain-lain.

Sesungguhnya, yang membuat repot adalah ketidaksiapan mental individunya.  Buktinya, mereka yang ikhlas dan ridho atas aturan Allah SWT (dalam berpakaian dan bergaul dengan lawan jenis) tidak pernah merasakan kerepotannya.  Orang-orang mukhlis seperti ini memandang bahwa aturan tersebut jauh lebih baik dari anggapan manusia.  Pengorbanan yang dicurahkan pun jauh lebih ringan dari pada kerepotan yang bakal dituai di akhirat nanti jika meninggalkan aturan Allah SWT.  Apalagi jerih payah yang dilakukan selama ini akan diganjar surga yang nikmatnya jauh melebihi dari yang kesenangan yang pernah dirasakan.  Semua itu bisa menghilangkan beratnya meniti gaul yang ditetapkan syariat.   

Di samping itu, toh semua aktivitas dan kebutuhan manusia dapat dipenuhi dan dilaksanakan dengan baik tanpa harus melanggar aturan syariat.  Belajar berkelompok dapat dilakukan dengan sesama jenis, keterpisahan antar lawan jenis pun sangat mungkin dilakukan kapan pun dan dimanapun.  Jadi, tak ada yang merepotkan dan dianggap kuno, karena kemajuan pun bisa diraih dengan tetap meniti pada jalan yang disyariatkan.

Ada juga komentar miring bahwa gaul Islam dapat menjauhkan jodoh.  Tudingan ini tentu saja salah sasaran.  Sebab, masalah jodoh tidak berkaitan dengan apakah seorang perempuan sering berinterkasi dengan laki-laki atau sebaliknya.  Bila diperhatikan, mereka yang belum berjodoh (dan cepat bercerai setelah menikah) bahkan sebagian besarnya adalah orang-orang terbiasa gaul bebas. 

Sesungguhnya konsep jodoh berkaitan dengan kuasa Allah SWT atas seorang hamba.  Seseorang yang mampu menjaga diri tidak mesti jauh dari jodoh, bahkan tidak sedikit yang cepat ketemu jodohnya.  Demikian pula, mereka yang akrab dengan gaul bebas tidak sedikit pula yang jauh jodohnya, bahkan sering gonta-ganti pacar dan berujung pada usia pernikahan yang sangat singkat.  Jadi, tudingan ini sangat tidak beralasan, baik ditinjau dari sisi logika maupun syariat.

Adapun komentar bahwa gaul Islam akan membuat kuper (kurang pergaulan), tidak mempunyai banyak teman sehingga kurang informasi dan cenderung menjadi pribadi tertutup, maka hal itu dikembalikan kepada masing-masing individunya.  Sebab, pelaku gaul syar’iy seharusnya tetap mampu berteman, meski harus pada tempatnya (tidak berdekatan dengan lawan jenis) dan mampu besikap terbuka dengan siapapun (tidak tertutup dan egois).

Bahkan  dengan terikat pada syariat akan memudahkan remaja muslim dalam bergaul, karena mereka menjadi lebih produktif dan lebih fokus karena halangan yang biasanya datang dari hadirnya lawan jenis telah dieliminasi.  Mereka tidak perlu khawatir terhadap ancaman dan godaan bila harus berinteraksi dengan lawan jenis. Sebab, sekalipun suatu saat mereka berinteraksi –dalam urusan muamalat misalnya- mereka terikat dengan hukum syariat Islam.

Gaul sehat dan syar’iy pun bukan cerminan budaya kuno, tidak modern dan ketinggalan jaman.  Sebab, gaul syar’iy adalah revisi dari bentuk pergaulan jahiliyah yang kini kembali hadir di tengah-tengah kehidupan remaja muslim.  Jadi sesungguhnya, apa yang diklaim bahwa pergaulan masa kini adalah pergaulan yang modern, maka hal itu jelas keliru.  Sesungguhnya, umat manusia saat ini tengah menuju ke alam kemunduran meski dengan bentuk dan penampakan yang terkesan modern.  Misalnya, dengan kemajuan komunikasi (seperti  internet) sepasang lawan jenis akhirnya bebas bergaul.  Bukankah ini adalah bentuk kejahiliyahan, meski dengan perantaraan kemajuan teknologi.

Oleh karena itu, sesungguhnya gaul syar’iy adalah solusi.  Ia bukanlah sumber problem apalagi dikatakan pendorong kemunduran atau penghamat kemajuan.  Sesungguhnya, peradaban maju dan agung manusia dalam sejarahnya telah ditorehkan oleh sekumpulan masyarakat yang menjunjung tinggi gaul syar’iy.  Itulah masyarakat Islam yang ditegakkan di atas sistem Khilafah Islam yang menerapkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan termasuk dalam pergaulan.  Jadi, kurang bukti apa lagi?

Menuju Gaul Sehat dan Syar’iy
Membentuk kesiapan mental untuk diatur dengan syariat Islam dalam bergaul memang tidak mudah.   Namun, hal itu bukan berarti sebuah kemustahilan.  Berikut metode menuju kesiapan menerima gaul sehat dan syar’iy sebagai bagian dari hidup.

Pertama, menguatkan akidah dan pemahaman hukum Islam.  Sumber kekuatan bagi setiap muslim adalah takwa kepada Allah SWT.  Maka keyakinan (aqidah Islam) yang terpancar kuat akan menjadi kekuatan pendorong yang tak tertandingi.  Hal itu juga harus dikuatkan oleh pemahaman Islam agar daya dorong tersebut terarah pada jalan yang benar.  Hal ini dapat dilakukan dengan memperbanyak mengikuti majlis –majlis mudzakaroh dan majlis taklim (kajian keislaman) agar ketaatan remaja muslim makin meningkat.

Kedua, berkumpul dengan pelaku gaul sehat dan syar’iy.  Tentu saja, karena hal ini menyangkut pergaulan, maka tidak bisa dilaksanakan sendiri-sendiri.  Perlu kondisi untuk menguatkannya.  Maka, bersama-sama dalam komunitas atau berusaha mengajak orang lain agar sama-sama bergaul secara sya’iy akan sangat memudahkan pelaksanaannya.

Ketiga, memperkuat konsep diri yang positif, percaya diri dan tidak takut celaan kaum pencela.  Hal ini penting, karena mempertahankan idealisme di tengah-tengah kerusakan menjadi perkara yang tidak mudah.  Oleh karena itu, sikap mental ini harus senantiasa dipupuk.  Jangan biarkan keraguan itu menghinggap, karena syaitan pasti akan mengokohkannya.  Seringlah berbagi dengan orang-orang yang dapat dipercaya, memberi inspirasi dan menuntun ke jalan yang benar.

Ketiga, memperjuangkan terbentuknya sistem Islam dalam kehidupan masyarakat.  Bisa dibayangkan jika semua orang mampu bergaul secara Islami karena negara ini memberlakukan hukum Islam, maka tak ada lagi tudingan miring, tak ada pula rangsangan dari media, pelaku zina ditindak, masing-masing anggota masyarakat beraktivitas secara produktif untuk kemaslahatan umat tanpa kekhawatiran terhadap ancaman kehormatan dan sebagainya. Oleh karena itu, perjuangan ini harus menjadi orientasi bersama untuk mewujudkan gaul sehat dan syar’iy.

Penutup
Demikianlah Islam mengatur masalah pergaulan remaja.  Hukum-hukum Islam yang terkandung di dalamnya menjadi solusi bagi persoalan pergaulan remaja yang kini semakin mengkhawatirkan.  Jika aturan ini mampu ditegakkan, maka hilanglah kekhawatiran terhadap masa depan generasi mendatang.  Sebab, mereka akan terjaga sebagaimana janji Allah SWT dalam QS. An Nuur : 55.

Semoga perkara ini semakin memberi pengaruh terhadap kaum muslim umumnya dan remaja khususnya, agar kembali kepada tuntunan syariat Islam secafa kaffah dalam bingkai khilafah Islam.  Sebab, hanya dalam institusi inilah semua itu bisa terealisasi.  Semoga Allah SWT mempercepat perwujudannya.  Aamiin ya Robbal ‘almiin. [] Noor Afeefa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menanamkan Adab Bicara kepada Anak

Menanamkan Adab Bicara kepada Anak Di antara perkara yang cukup merepotkan orang tua dari tingkah laku anak-anaknya adalah kebiasaan buruk dalam berbicara.  Padahal berbicara adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan manusia.  Berbicara pula yang pertama-tama dilakukan bayi saat baru lahir, melalui tangisannya.  Dan betapa bahagianya sang ibu tatkala mendengar kata pertama yang diucapkan buah hatinya.  Selanjutnya, seiring perjalanan waktu, sang anak pun mulai tumbuh, berkembang, dan menyerap berbagai informasi yang diterimanya.  Saat itulah sang anak mulai banyak mengatakan segala sesuatu yang pernah ia dengar.  Sayangnya, tak jarang kebahagiaan ibu harus tergantikan oleh rasa prihatin terutama saat sang buah hati mulai berbicara tanpa adab, sopan santun, bahkan  bertentangan dengan syari’at.  Rasa prihatin kian mendalam bila ternyata meski anak sudah mulai menginjak usia baligh, adab berbicara justru semakin ditinggalkan.  Tak jarang ditemui mereka berani membanta

Sistem Islam Atasi Pergaulan Bebas

Sistem Islam Atasi Pergaulan Bebas Pergaulan bebas rupanya masih menjadi persoalan paling rumit khususnya bagi remaja.  ; Setidaknya mungkin itulah bentuk keprihatinan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pada peringatan Hari Anak Nasional beberapa hari lalu.  Saking prihatiannya, menteri yang baru diangkat tersebut pun kembali melontarkan pernyataan nyeleneh, yaitu pacaran ‘sehat’.  Menurut beliau, dalam berpacaran harus saling menjaga, tidak melakukan hal-hal yang berisiko.  Masa remaja adalah masa yang tepat untuk membekali informasi, penguatan mental, dan iman dari keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar, sebelum mereka mulai aktif secara seksual (antaranews.com, 13/07/2012).  Sebelumnya beliau juga telah menyampaikan sebuah kebijakan kontroversi, yaitu kondomisasi yang ditentang keras oleh hampir seluruh komponen umat Islam. Berkaitan dengan penanggulangan masalah pergaulan bebas ini, beberapa waktu lalu, LPOI (Lembaga Persahabatan Ormas Islam) juga mengusulkan solu

Keluarga dalam Ancaman Kapitalisme

Keluarga dalam Ancaman Kapitalisme Tak dapat dipungkiri, kehidupan sekuler kapitalistik yang mendominasi kehidupan kaum muslim saat ini telah membawa petaka di segala bidang, tak terkecuali institusi keluarga.  Gambaran indahnya keluarga muslim sejati yang dijanjikan Allah SWT kini pudar tergerus oleh kejahatan kapitalisme.  Ideologi yang menjauhkan agama dari kehidupan ini telah sukses mengantarkan keluarga di ambang kehancuran.   Kapitalisme Biang Kerok Segala Persoalan Di antara persoalan paling menonjol yang ditimbulkan kapitalisme adalah kemiskinan.  Bahkan kemiskinan telah menjadi momok paling menakutkan sehingga sempat menipu sebagian kalangan yang ingin melakukan perubahan bagi masyarakat.   Saking beratnya, kemiskinan dianggap persoalan paling penting, sedangkan aspek yang lain kerap dikesampingkan.  Mengapa kapitalisme menghasilkan kemiskinan?  Tentu saja, karena teori ekonomi kapitalisme dibangun berdasarkan asumsi yang keliru.  Asumsi yang selalu ditanamka